Senin 19 Mar 2018 13:44 WIB

PM Australia Angkat Isu HAM Saat Bertemu Aung San Suu Kyi

Suu Kyi berbicara cukup lama mengenai kondisi Rakhine.

Red: Nur Aini
Aung San Suu Kyi
Foto: AP
Aung San Suu Kyi

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull mengatakan ia akan mengangkat isu hak asasi manusia selama kunjungan Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi di Canberra pada Senin (19/3).

Baik Suu Kyi maupun Turnbull membuat pernyataan publik sebelum pertemuan mereka. Namun pemimpin Australia tersebut mengatakan pada Ahad (18/3) bahwa Suu Kyi berbicara cukup lama selama pertemuan ASEAN mengenai negara bagian Rakhine.

Menurut laporan Amnesty International yang dikeluarkan pekan lalu, terdapat indikasi bahwa Myanmar membersihkan desa-desa bekas pemukiman penduduk Rohingya untuk dijadikan pos-pos keamanan atau pangkalan militer. Hal itu dilaporkan Amnesty berdasarkan citra pantauan satelit terbaru yang menangkap gambar dari lokasi desa-desa yang sudah ditinggalkan oleh warga Rohingnya.

Suu Kyi telah berada di Australia sejak Jumat (16/3) untuk menghadiri pertemuan puncak khusus para pemimpin Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) di Sydney. Kehadirannya menimbulkan demonstrasi jalanan dan sebuah tuntutan hukum yang menuduhnya melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sejak berkuasa di Myanmar pada 2016, wanita yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian 1991 atas perjuangannya menegakkan demokrasi di Myanmar itu, kini menghadapi kritik yang terus meningkat. Hal itu karena ia dinilai tak menghentikan serangan militer terhadap minoritas Muslim Rohingya di negaranya.

Pejabat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa hampir 700 ribu Muslim Rohingya telah meninggalkan negara yang mayoritas beragama Buddha tersebut ke Bangladesh. Hal itu setelah serangan militan pada 25 Agustus tahun lalu memicu tindakan keras yang dipimpin oleh pasukan keamanan di negara bagian Rakhine, yang menurut PBB merupakan aksi pembersihan etnis.

Penyelidik independen PBB tentang HAM di Myanmar, Yanghee Lee, mengatakan di Jenewa bahwa dia melihat bukti yang berkembang sehingga dapat menduga bahwa genosida telah dilakukan. Myanmar membantah tuduhan tersebut dan telah meminta bukti nyata pelanggaran yang dilakukan oleh aparat keamanan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement