Ahad 01 Jul 2018 12:50 WIB

Inggris Berkomitmen Tetap Jadi Pendonor Pengungsi Rohingya

Inggris sejak September 2017 menyumbang tak kurang Rp 2,44 triliun bagi pengungsi

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Para pengungsi Rohingya di Bangladesh melaksanakan Shalat Idul Fitri di masjid kecil di kamp-kamp kumuh.
Foto: Arabnews
Para pengungsi Rohingya di Bangladesh melaksanakan Shalat Idul Fitri di masjid kecil di kamp-kamp kumuh.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Dua pejabat tinggi Inggris mengunjungi pengungsi Rohingya di Bangladesh sebelah tenggara, Sabtu (30/6) waktu setempat, untuk menilai bagaimana bantuan negaranya membantu mereka. Dua pejabat tersebut melakukan pembicaraan dengan pejabat Bangladesh di Dhaka.

Menteri Negara untuk Asia-Pasifik, Mark Field, dan Utusan Khusus untuk Kesetaraan Gender, Joanna Roper, melakukan pembicaraan dengan pejabat senior Bangladesh untuk mengetahui bagaimana dukungan terhadap gadis-gadis muda Rohingya, dan masyarakat pada umumnya dalam mengakses pendidikan.

"Inggris tetap menjadi pendonor utama untuk krisis, berkomitmen atas 129 juta poundsterling (atau Rp 2,44 triliun) sejak September tahun lalu untuk mendukung para pengungsi dan kelompok tuan rumah yang rentan," kata Field seperti dikutip Anadolu Agency, Ahad (1/7).

Field pun menyerukan kepada masyarakat internasional untuk bekerja sama dengan Bangladesh dalam meningkatkan dukungan bagi para pengungsi. Baik selama musim hujan dan dalam jangka panjang melalui penyediaan pendidikan dan mata pencaharian.

Sementara itu, Roper mengatakan, pendidikan untuk anak perempuan adalah hal yang patut untuk dilakukan. Perempuan dan anak perempuan, paparnya, memiliki hak untuk dididik, setara, diberdayakan dan aman. 

Ia mengimbau agar jangan sampai meninggalkan perempuan dan memastikan semua anak perempuan mendapatkan 12 tahun pendidikan berkualitas. "Ini sama pentingnya bagi gadis Rohingya," kata dia.

Kedua pejabat Inggris tersebut mengunjungi kamp pengungsi Kutupalong di Cox's Bazar, Bangladesh bagian tenggara, dan bertemu dengan keluarga pengungsi, dan pemimpin masyarakat. Kedua pejabat pun mendengarkan kisah penganiayaan mereka di bawah pemerintah Burma di negara bagian Rakhine, Myanmar.

Mereka juga mengunjungi sebuah kamp ramah anak UNICEF di mana berbagai upaya dilakukan untuk menjaga anak-anak tetap aman dan memberikan mereka pendidikan. Para menteri juga diberi penjelasan tentang bagaimana bantuan Inggris digunakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement