Kamis 19 Jul 2018 14:09 WIB

IOM: Tiga Ancaman Serius yang Dihadapi Pengungsi Rohingya

Ancaman ini yaitu kurangnya dana bantuan, cuaca ekstrem dan ketidakpastian masa depan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Bilal Ramadhan
Suasana perumahan di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Suasana perumahan di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mengatakan pengungsi Rohingya di Bangladesh menghadapi tiga ancaman serius. Ancaman tersebut adalah kurangnya dana bantuan, datangnya cuaca ekstrem, dan ketidakpastian tentang masa depan mereka.

"(Pengungsi) Rohingya di Cox's Bazar berada dalam bahaya menjadi kemalangan di bumi, tunawisma, dan tanpa masa depan," ungkap Kepala IOM William Lacy Swing, dikutip laman Anadolu Agency pada Rabu (18/7).

Ia menilai penting bagi dunia untuk tetap fokus pada krisis Rohingya. Menurutnya, salah satu bantuan yang paling penting adalah menyediakan fasilitas melahirkan yang higienis bagi semua ibu, baik pengungsi maupun penduduk lokal, yang tinggal di Cox's Bazar.

"Dan sangat mengkhawatirkan bahwa kekurangan dana sekarang mengancam layanan kehamilan penting ini, yang membuat perbedaan pada kehidupan wanita dan bayi dari semua latar belakang," kata Swing.

Pernyataan tersebut dibuat Swing setelah berkunjung dan berdiskusi dengan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina di Dhaka. Sebelumnya ia juga telah berkunjung ke Myanmar dan bertemu Aung San Suu Kyi.

Lebih dari setengah juta warga Rohingya telah melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh sejak militer Myanmar menggelar operasi di negara bagian Rakhine pada Agustus tahun lalu. Operasi digelar dalam rangka memburu gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA).

Akan tetapi dalam pelaksanaannya pasukan atau para tentara Myanmar turut menyerang dan menghabisi warga sipil Rohingya di sana. PBB telah menyatakan bahwa yang dilakukan militer Myammar terhadap Rohingya merupakan pembersihan etnis.

PBB juga telah menggambarkan Rohingya sebagai orang-orang yang paling teraniaya dan tertindas di dunia. Pada November 2017, Myanmar dan Bangladesh telah menyepakati proses repatriasi pengungsi.

Pelaksanaan kesepakatan ini belum optimal. Cukup banyak pengungsi Rohingya di Bangladesh yang enggan kembali ke Rakhine. Mereka mengaku masih trauma atas kejadian yang menimpanya pada Agustus tahun lalu.

Selain itu, kesepakatan repatriasi pun tak menyinggung perihal jaminan keamanan dan keselamatan bagi warga Rohingya yang kembali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement