Sabtu 18 Aug 2018 06:52 WIB

India Antisipasi Penyakit Pascabanjir

Sebanyak 324 orang tewas akibat banjir tersebut.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ani Nursalikah
Banjir akibat hujan lebat di Kozhikode, Kerala, India, Kamis, 9 Agustus 2018.
Foto: AP Photo
Banjir akibat hujan lebat di Kozhikode, Kerala, India, Kamis, 9 Agustus 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, KERALA -- Banjir terburuk dalam satu abad terakhir melanda negara bagian Kerala, India. Sebanyak 324 orang tewas akibat banjir tersebut. Saat ini pemerintah India mulai mengantisipasi dampak banjir.

Kepala Cepat Tanggap Bencana dan Kesehatan Kerala, Anil Vasudevan mengatakan siap untuk membantu korban. “Terutama untuk menyiapkan pengaturan untuk menangani potensi risiko penyakit yang terbawa air ketika banjir surut,” kata Vasudevan dikutip dari BBC, Jumat (17/8).

Perdana Menteri India Narendra Modi juga dikabarkan sudah tiba di Kerala pascaditemukannya banyak korban yang tewas. Modi dijadwalkan untuk melihat daerah yang terkena dampak terburuk melalui udara pada Sabtu (18/8).

Menteri Utama Kerala Pinarayi Vijayan mengungkapkan pada dasarnya normal bagi Kerala mengalami curah hujan tertinggi di India selama musim hujan. Hanya saja, Departemen Meteorologi India mengungkapkan curah hujan tersebut 37 persen lebih lebat dari biasanya.

Sementara itu, para ilmuwan lingkungan mengungkapkan hal tersebut terjadi karena penggundulan hutan. Sehingga terjadi kegagalan untuk melindungi ekologis yang rapuh di daerah tersebut.

Vijayan mengatakan hal tersebut semakin diperburuk oleh pemerintah tetangga Kerala. Sebab, pada awal pekan ini,terjadi pertikaian publik atas pelepasan air dari sebuah bendungan.

Kerala memiliki 41 sungai yang mengalir ke Laut Arab dan 80 bendungannya terbuka setelah volume air sudah tidak bisa ditampung. “Hampir semua bendungan sekarang dibuka. Sebagian besar instalasi pengolahan air kami terendam,” ujar Vjayan.

Salah seorang warga Kerala, Krishna Jayan (58 tahun) mengatakan dia di rumah tidur ketika temannya membangunkannya saat banjir terjadi. “Saya membuka pintu dan air mengalir masuk. Ketika kami melangkah ke jalan, air sudah setinggi leher kami,” ungkap Jayan.

Dia menambahkan saat itu penduduk juga mengikat tali di sepanjang jalan untuk membantu orang berjalan melalui air. Selain itu, warga lainnya Shabbir Saheel (33) harus membawa putrinya yang berusia dua tahun di pundaknya. Hal itu ia lakukan saat menyelematkan diri melalui jalan-jalan yang banjir menuju tempat yang aman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement