Sabtu 25 Aug 2018 12:50 WIB

Setahun Tragedi Rohingya, Pengungsi Tuntut Keadilan

Ribuan pengungsi Rohingga menggelar pawai pawai di Bangladesh.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Teguh Firmansyah
Puluhan pengungsi rohingya antri untuk mengambil bantuan di Kamp Pengungsian Jamtoli, Cox Bazar, Bangladesh, Minggu (1/10).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Puluhan pengungsi rohingya antri untuk mengambil bantuan di Kamp Pengungsian Jamtoli, Cox Bazar, Bangladesh, Minggu (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, COX'S BAZAR -- Ribuan pengungsi Rohingya menggelar protes menuntut keadilan pada peringatan pertama penindasan militer Myanmar. Ribuan pengungsi mengadakan pawai dan unjuk rasa di Bangladesh pada Sabtu (25/8).

"Kami menginginkan keadilan dari PBB," teriak ribuan pengungsi seperti dilansir dari The Straits Times, Sabtu (25/8).

Di pengungsian kamp Kutupalong, spanduk raksasa terbentang bertuliskan "Tak Pernah Lagi: Hari Peringatan Genosida Rohingya. 25 Agustus 2018.”

Beberapa orang terlihat memakai bandana yang bertuliskan slogan “Selamatkan Rohingya” dan sebagian orang melambai-lambaikan bendera.

Baca juga, Aung San Suu Kyi: Tak Ada Pembersihan Etnis Rohingya.

Aktivis mengatakan, kepada AFP, pawai dan pertemuan-pertemuan direncanakan akan dilakukan di seluruh tempat pengungsian di aDistrik Cox's Bazar, kamp pengungsian terbesar di dunia.

Mohammad Hossain (40), seorang pengunjuk rasa mengatakan, menginginkan keadilan. “Kami ingin mereka mengakui kami sebagai Rohingya. Kami sangat sedih karena kami tidak berada di tanah asal kami. Semua orang menginginkan keadilan. Kami mengeluh tentang ini kepada dunia,” ujarnya.

Seorang pengunjuk rasa lainnya, Noor Kamal juga menyerukan hal senada. “Kami menghadapi genosida. Tahun lalu, 25 Agustus, kami menghadapi genosida di Myanmar. Kami menginginkan keadilan untuk itu,” ungkapnya.

Militan Rohingya melancarkan serangan terhadap pos polisi Myanmar pada 25 Agustus tahun lalu yang memicu penindasan. Sejumlah orang Rohingya diketahui meninggal. Pihak berwenang Myanmar bersikeras pasukannya hanya menargetkan kelompok radikal.

Amnesty International mengatakan sejak 25 Agustus 2017, sekitar 750 ribu Rohingya, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh setelah pasukan Myanmar memulai tindakan keras terhadap komunitas Rohingya. 

PBB telah menyatakan yang dilakukan militer Myammar terhadap Rohingya mengarah ke pembersihan etnis dan menggambarkan Rohingya sebagai orang-orang yang paling teraniaya dan tertindas di dunia. Bahkan pengungsi yang tiba di kamp Bangladesh menceritakan kasus perkosaan, penyiksaan, dan desa-desa terbakar.

Myanmar diketahui telah membuat kesepakatan dengan Bangladesh untuk mengambil kembali pengungsi. Akan tetapi, sampai saat ini tidak ada kemajuan. Rohingya bersikeras tidak akan kembali ke Myanmar kecuali keselamatan mereka dijamin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement