Kamis 30 Aug 2018 13:48 WIB

Kanada: Pelaku Genosida Rohingya Harus Dibawa ke Pengadilan

Sanksi bagi pelaku kekerasan terhadap Rohingya penting untuk pulihkan perdamaian.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,
Foto: Altaf Qadri/AP
Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,

REPUBLIKA.CO.ID, TORONTO – Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia Freeland dan Menteri Pembangunan Internasional Kanada Marie-Claude Bibeau mengatakan pihak-pihak yang terlibat dalam aksi kekejaman terhadap etnis Rohingya harus dimintai pertanggungjawaban. Hal itu penting dilakukan guna memulihkan perdamaian di Myanmar, terutama di negara bagian Rakhine.

“Mengenai masalah pertanggungjawaban dan impunitas, kita harus memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas kekajaman dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan di negara bagian Rakhine, termasuk kekerasan seksual berbasis gender, dibawa ke pengadilan,” kata Freeland dan Bibeau dalam sebuah pernyataan bersama pada Rabu (29/8), dikutip laman Anadolu Agency.

“Tanpa keadilan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap hak-hak fundamental di Myanmar, tidak akan ada kedamaian,” kata mereka menambahkan.

Freeland dan Bibeau menegaskan Kanada akan terus berusaha mengadvokasi akses penuh dan tanpa hambatan bagi PBB dan organisasi internasional ke Rakhine. Hal itu guna memastikan proses pemulangan pengungsi dari Bangladesh dapat terlaksana secara aman, bermartabat, dan berkelanjutan.

Tim Misi Pencari Fakta Independen PBB telah menerbitkan laporan tentang krisis Rohingya yang terjadi di Rakhine. Dalam laporan itu, disebut bahwa apa yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya mengarah pada tindakan genosida. Laporan itu menyerukan agar para pejabat tinggi militer Myanmar, termasuk Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing, diadili di Pengadilan Pidana Internasional (ICC).

Sejak Agustus 2017, lebih dari setengah juta etnis Rohingya melarikan diri dari Rakhine ke Bangladesh. Mereka kabur guna menghindari kebrutalan militer Myanmar yang menggelar operasi pemburuan terhadap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army. Dalam operasinya, militer Myanmar turut menyerang dan menumpas warga sipil di daerah tersebut.

Pada November 2017, Myanmar dan Bangladesh telah menyepakati proses repatriasi pengungsi dan pembentukan tim Joint Working Group. Namun pelaksanaan kesepakatan ini belum optimal. Cukup banyak pengungsi Rohingya di Bangladesh yang enggan kembali ke Rakhine.

Mereka mengaku masih trauma atas kejadian yang menimpanya pada Agustus tahun lalu. Selain itu, kesepakatan repatriasi pun tak menyinggung perihal jaminan keamanan dan keselamatan bagi warga Rohingya yang kembali.

Baca: PBB Sarankan Aung San Suu Kyi Lebih Baik Mengundurkan Diri

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement