Senin 29 Oct 2018 12:49 WIB

Korea Utara Ingin Samai Singapura

Korut ingin menjadi penghubung transportasi di kawasan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Peta Korea Utara dan tetangganya
Foto: State.gov
Peta Korea Utara dan tetangganya

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Peneliti senior Akademi Ilmu Sosial Institut Ekonomi Korea Utara (Korut), Ru Ki Song mengatakan Korut akan mengeksplorasi rencana untuk menjadi penghubung transportasi di kawasan seperti Swiss dan Singapura.

Ri mengatakan jika sanksi-sanksi yang diberikan Korut dicabut dan iklim politik semakin membaik maka Korut bisa meniru beberapa negara yang memiliki karakteristik yang mirip seperti mereka, seperti Swiss dan Singapura.

"Yang mana memiliki sedikit sumber daya alam dan wilayah yang kecil tapi bisa menggunakan lokasi geografis mereka untuk keuntungan yang sangat besar, kami berada di tengah Asia Timur, jadi letak kami di Semenanjung Korea memiliki keuntungan lokasi geografis yang sangat besar, kata Ri, Senin (29/10). 

Korut bertetanggaan dengan Cina dan Korea Selatan. Dua perekonomian terbesar di Asia dan dunia. Ri mengatakan di masa mendatang negaranya akan memanfaatkan lokasi mereka yang sangat strategis untuk menghubungan negara-negara di kawasan Asia Timur.

"Di masa mendatang kami akan mencoba untuk membuat kerja sama dengan negara-negara tetangga untuk membangun industri transportasi, jika kami menggunakan rel kereta dari Selatan menuju Siberia, banyak yang negara yang akan lebih memilih menggunakan rel kami untuk melakukan pengiriman melalui lautan," kata Ri.

Ide itu sudah ada selama bertahun-tahun, Korut pun sudah memiliki rel yang menghubungkan Rusia, Cina, dan Korea Selatan. Presiden Korsel Moon Jae-in sudah mengungkapkan dukungannya dan melakukan kerja sama ulang rel tersebut cepatnya. Tapi usaha untuk membangun skema transportasi ini kerap kali gagal karena gesekan antar negara atau sedikitnya investor yang tertarik.

Ri juga mengatakan ada kemungkinan Korut berencana untuk bergabung dengan institusi ekonomi dunia seperti International Monetary Fund (IMF). Bergabungnya Korut dengan IMF akan terjadi jika pemimpin negara tersebut menghentikan kebijakan mengisolasi diri.

Bergabung dengan institusi ekonomi dunia akan membuka pintu bantuan dana pembangunan yang sangat dibutuhkan Korut. Presiden Korsel Moon mengatakan Kim Jong-un mengekspresikan ketertarikannya untuk bergabung dengan IMF atau World Bank. Tapi, Korut membutuhkan reformasi struktural dan buruknya transparansi baik di sektor politik maupun ekonomi di sana akan menghalangi niat tersebut.

Ri tidak yakin Korut dapat memenuhi persyaratan yang diminta oleh institusi-institusi finansial dunia. Meski dari data stasistik GDP Korut mampu bergabung. Ia mengatakan persoalan ini ada di tangan pengadilan internasional.

"Karena sanksi dan pergerakan yang dilakukan negara seperti Amerika Serikat dan Jepang, usaha kami bergabung dengan organisasi internasional belum terealisasi sejauh ini," kata Ri.

Ia menyinggung tentang kegagalan Korut untuk bergabung dengan Asian Development Bank pada tahun 1990-an. "Jika kami bahkan tidak bisa bergabung dengan organisasi di kawasan akan jauh lebih sulit bergabung dengan organisasi internasional," kata Ri. 

Ri mengatakan meski sanksi karena memiliki program nuklir dan misil terus meningkat beberapa tahun terakhir ini tapi pertumbuhan ekonomi Korut tetap stabil. Ri mengungkapkan iklim Korut kini optimistis setelah merenggangnya ketengangan di Semananjung Korea serta pertemuan antara Pemimpin Korut dengan Presiden Cina Xi Jingping dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tahun ini. 

"Kami melihat banyak perubahan atmosfir di sekitar negara kami," kata Ri.

Growth National Product (GDP) Korut tumbuh dari 24.998 miliar dolar AS pada 2013 menjadi 29.595 miliar dolar AS pada tahun 2016 dan 30.704 dolar AS pada tahun 2017. Ri mengatakan pertumbuhan ini menunjukan bagaimana sanksi-sanksi yang diterima Korut membuat perekonomian negara tersebut lebih efektif dan hemat.

Korut membangun semacam pupuk yang digunakan untuk memproduksi batu bara. Hal ini, kata Ri, lebih hemat dibandingkan harus mengimpor minyak bumi dan juga meningkatkan metode produksi baja. Ri tidak menyinggung merebaknya kapatalisme dalam perekonomian Korut yang mana menurut banyak pengamat menjadi faktor utama pertumbuhan ekonomi mereka.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement