Ahad 04 Nov 2018 14:20 WIB

Bangladesh Ingin Pelaku Kekerasan Rohingya Bertanggung Jawab

Myanmar masih belum kooperatif terhadap misi pencarian fakta atas kasus Rohingya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Dwi Murdaningsih
Sejumlah pengungsi Rohingya beristirahat di tempat penampungan sementara di New Delhi.
Foto: AFP
Sejumlah pengungsi Rohingya beristirahat di tempat penampungan sementara di New Delhi.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Duta Besar Bangladesh untuk PBB Masud Bin Momen mengatakan aspek pertanggungjawaban dalam kasus Rohingya sangat penting untuk proses repatriasi secara sukarela dan berkelanjutan. Hal itu ia ungkapkan dalam perdebatan di Majelis Umum PBB yang membahas laporan Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) terkait krisis Rohingya.

Masud mengatakan, saat ini negaraya terus melakukan upaya repatriasi pengungsi Rohingya secara aman, bermartabat, dan sukarela. Namun ia menilai, proses tersebut akan terhambat bila para pelaku kejahatan terhadap Rohingya belum diadili atau dimintai pertanggungjawaban. Sebab pertanggungjawaban dapat berperan dalam membangun kepercayaan diri para pengungsi Rohingya untuk kembali secara sukarela. 

Selain menyangkut repatriasi, pertanggungjawaban dari mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan terhadap Rohingya juga penting untuk pelaksanaan instrumen bilateral. “Kami ingin menegaskan kembali komitmen kami untuk bekerja erat dengan Dewan HAM dalam beberapa hari mendatang,” ujar Masud, dikutip laman the Daily Star, Ahad (4/11).

Dalam pertemuan di Majelis Umum, Bangladesh telah menunjukkan minat yang jelas untuk menindaklanjuti laporan dari Tim Misi Pencari Fakta Independen PBB tentang krisis Rohingya. “Kami menegaskan kembali penghargaan kami kepada (tim) Pencari Fakta untuk karya otoritatifnya dalam mendokumentasikan informasi berbasis bukti tentang kejahatan paling berat di bawah hukum internasional yang dilakukan terhadap Rohingya dan orang-orang yang dipaksa pindah dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar,” ujar Masud.

Kendati demikian, ia tetap menyesalkan sikap Myanmar yang masih belum kooperatif terhadap misi pencarian fakta dan penyelidikan terkait krisis Rohingya. “Pertanyaan tentang tujuan Misi atau Pelapor Khusus dapat diajukan hanya jika Myanmar secara konstruktif terlibat dengan mereka,” katanya.

Pada akhir Agustus lalu, Tim Misi Pencari Fakta Independen PBB telah menerbitkan laporan tentang krisis Rohingya yang terjadi di Rakhine. Dalam laporan itu, disebut bahwa apa yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya mengarah pada tindakan genosida. Laporan itu menyerukan agar para pejabat tinggi militer Myanmar, termasuk panglima tertinggi militer Jenderal Min Aung Hlaing, diadili di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

Dalam laporan tersebut, Dewan Keamanan pun diserukan memberlakukan embargo senjata terhadap Myanmar, menjatuhkan sanksi kepada individu-individu yang bertanggung jawab, dan membentuk pengadilan ad hoc untuk menyeret mereka ke ICC.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement