Kamis 15 Nov 2018 12:17 WIB

KNSR Tunggu Ketegasan PBB Bawa Myanmar ke Pengadilan

KNSR melihat ada genosida atau pembersihan etnis secara massal.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Dwi Murdaningsih
Pernyatan Sikap Komite Nasional untuk Solidaritas Rohingya (KNSR) usai dialog panel ungkap fakta pelanggaran HAM berat Pemerintah Myanmar atas etnis Rohingya di Wisma Antara, Jakarta, Rabu (14/11).
Foto: Republika/Fuji Eka Permana
Pernyatan Sikap Komite Nasional untuk Solidaritas Rohingya (KNSR) usai dialog panel ungkap fakta pelanggaran HAM berat Pemerintah Myanmar atas etnis Rohingya di Wisma Antara, Jakarta, Rabu (14/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Pencari Fakta (TPF) utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Rohingya telah memiliki bukti kejahatan kemanusiaan dan genosida yang dilakukan Pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya. Komite Nasional untuk Solidaritas Rohingya (KNSR) menunggu ketegasan Asean dan PBB untuk membawa Myanmar ke pengadilan Internasional di Den Haag.

Ketua Tim Kajian Hukum dan HAM dari KNSR, Heru Susetyo mengatakan, telah terjadi tiga hal dalam kasus yang melibatkan Pemerintah Myanmar dan etnis Rohingya. Di antaranya terjadi genosida, kejahatan kemanusiaan dan perang terhadap etnis Rohingya. KNSR melihat yang lebih dominan terjadi adalah genosida atau pembersihan etnis secara massal.

"Kejahatan perang atau yang terjadi adalah kekerasan sepihak (tentara Myanmar terhadap Rohingya) karena tidak ada perlawanan dari pihak Rohingya, orang Rohingya dibius, disiksa, dianiaya, diusir dan secara fisik, sosial, psikologis, ekonomi mereka (Rohingya) menderita," kata Heru kepada Republika.co.id, Rabu (14/11).

Ia menyampaikan, bukti-bukti genosida yang dilakukan Pemerintah Myanmar terhadap Rohingya sudah ada. TPF utusan PBB untuk Rohingya sudah turun ke lapangan dan mendapatkan bukti kuat adanya genosida terhadap etnis Rohingya. KNSR juga tidak meragukan temuan dari TPF PBB.

PBB Desak Bangladesh Hentikan Pemulangan Pengungsi Rohingya

Dia menegaskan, masalahnya bukan pada temuan genosida karena sudah banyak yang meyakini memang terjadi genosida di Myanmar. Tapi apakah bisa temuan ini ditindaklanjuti, sekarang tinggal menunggu sejauh mana ketegasan Indonesia, Asean dan PBB terhadap masalah ini.

"Bukti ada, saksi ada, keterangan ada, semuanya ada, masalahnya bisa tidak diselenggarakan pengadilan Internasional yang ada di Den Haag untuk Myanmar," ujarnya.

Heru menerangkan, untuk membawa Myanmar ke pengadilan Internasional di Den Haag memerlukan pendekatan politik dan keputusan Majelis Umum PBB. Tapi dikhawatirkan Cina melakukan veto terhadap hal tersebut, karena Cina memiliki kepentingan sosial, politik dan bisnis di Myanmar. Sebab ada dua kubu di PBB, yakni kubu yang mendukung resolusi PBB terkait Rohinya dan kubu yang menolak resolusi PBB tersebut. Cina, Filipina dan Burundi adalah negara yang menolak resolusi PBB terkait Rohingya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement