Jumat 07 Dec 2018 03:50 WIB

Bangladesh Tolak Tuduhan Cuci Otak Etnis Rohingya

Lebih dari 730.000 warga Rohingya melarikan diri.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Muhammad Hafil
Muslim Rohingya tiba di Desa Thae Chaung, Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar, Rabu (21/11).
Foto: Nyunt Win/EPA EFE
Muslim Rohingya tiba di Desa Thae Chaung, Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar, Rabu (21/11).

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKKA--Bangladesh memanggil duta besar Myanmar untuk mengklarifikasi komentar tidak bertanggung jawab yang dibuat oleh menteri agama Myanmar. Terutama, terkait tuduhan tentang Muslim Rohingya.

Pejabat senior di kementerian luar negeri Bangladesh mengatakan menteri agama Myanmar Thura Aung Ko, dalam sebuah video yang dirilis oleh situs berita NewsWatch, Jumat (7/12), mengatakan, muslim Rohingya yang hidup sebagai pengungsi di Bangladesh setelah melarikan diri dari Myanmar sedang "dicuci otak" menjadi "berbaris" di negara yang mayoritas beragama Buddha.

"Kami sangat menentang komentar provokatif menteri mereka. Itu juga melukai sentimen Muslim, ”katanya dilansir dari Reuters.

Terkait komentar tentang "berbaris di Myanmar", dia tidak pernah mendorong radikalisme. “Jika Anda memberi mereka kewarganegaraan dan properti mereka kembali, mereka akan mencalonkan diri untuk Myanmar. Alih-alih melakukan itu, Anda membuat pernyataan provokatif? Ini sangat disayangkan, ”kata pejabat itu.

Lebih dari 730.000 warga Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine di Myanmar setelah penumpasan tentara yang brutal Agustus lalu, kata badan-badan PBB, dan sekarang tinggal di tenda pengungsi Bangladesh yang padat.

Peneliti PBB menuduh tentara Myanmar melakukan pembunuhan massal, pemerkosaan dan membakar ratusan desa dengan "niat genosida". Myanmar membantah sebagian besar tuduhan tersebut.

Ketika Bangladesh memanggil duta besar Myanmar U Lwin Oo, duta besar itu mencoba untuk mencairkan komentar dengan mengatakan komentar itu adalah pendapat pribadi menteri agama.

Komentar menteri agama itu muncul karena kedua negara telah terlibat dalam negosiasi selama lebih dari satu tahun untuk memulangkan Rohingya ke Myanmar, sering menyalahkan satu sama lain karena keterlambatan dalam proses itu.

Rencana terbaru itu gagal bulan lalu setelah tidak ada pengungsi yang setuju untuk kembali. " Mereka tidak akan kembali kecuali Myanmar memenuhi serangkaian tuntutan, terutama memberikan mereka hak kewarganegaraan," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement