Jumat 07 Dec 2018 21:41 WIB

Organisasi Uighur Serukan Hentikan Bisnis dengan Cina

Organisasi HAM Uighur menyatakan orang-orang Uighur yang ditahan Cina sekarat.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Muslim Uighur
Foto: ABC News
Muslim Uighur

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Para pemimpin the Uyghur Human Rights Project (UHRP) menyerukan penghentian hubungan bisnis dengan Cina. Hal itu berkaitan dengan kebijakan dan tindakan yang diambil Beijing terhadap etnis minoritas Muslim Uighur.

UHRP mengatakan, pemerintah, pebisnis, akademisi, dan lembaga riset, memiliki tanggung jawab menghentikan hubungan bisnis dengan Cina. "Sudah waktunya untuk bertindak, sesuatu yang mengerikan sedang terjadi di jam kami," ujar Ketua Dewan UHRP Nury Turkel saat melakukan kunjungan ke Australia, dikutip laman the Guardian, Jumat (7/12).

Menurutnya, opsi pembunuhan massal tidak dapat dikesampingkan. Mengutip James Millward, seorang sejarawan di Georgetown University, Turkel menyebut pembersihan budaya Uighur adalah solusi akhir untuk masalah di Xinjiang.

"Kami yang adalah pelajar sejarah tahu apa artinya itu. Kami telah melihat bagaimana ini berakhir ketika pemerintah atau pemimpin otoriter mempromosikan ideologi semacam itu," ujar Turkel.

Ia pun ditanya apakah Holocaust (pembantaian Yahudi era Perang Dunia II oleh Nazi) adalah perbandingan historis terbaik untuk situasi di Xinjiang. Ia menjawab, Pemerintah Cina belum secara terbuka menunjukkan tanda-tanda penyerangan, termasuk menggunakan gas, kepada Uighur.

Namun laporan yang keluar dari kamp-kamp penahanan menyebut bahwa orang-orang Uighur yang berada di dalamnya berada dalam kondisi sekarat. "Kami mungkin melihat pembunuhan massal," kata Turkel.

Peneliti dari Australian National University Thomas Cliff mengatakan apa yang terjadi di Xinjiang adalah suatu bentuk genosida. Meskipun pemerintah tidak membunuh setiap orang Uighur di sana.

"Tujuannya adalah untuk menghapus semua jejak dari apa yang berbeda tentang menjadi seorang Uighur. Beberapa orang yang keluar dari kamp berkata, 'bunuh saya, saya tidak mau menanggung ini lagi'," kata Cliff.

Cina telah dihantam gelombang kritik terkait kebijakannya untuk wilayah Xinjiang. Beijing dituduh menjalankan kamp-kamp pendidikan ulang guna mengikis nilai-nilai religus Muslim Uighur di sana. Menurut kelompok HAM Human Rights Watch terdapat sekitar 1 juta Muslim Uighur di kamp tersebut.

Dalam laporan yang diterbitkannya, HRW pun menyebut bahwa Muslim Uighur menghadapi pembatasan aktivitas peribadahan dan indoktrinasi paksa oleh Pemerintah Cina. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo sempat menyatakan hal serupa dengan HRW.

"Ratusan ribu dan mungkin jutaan orang Uighur ditahan di luar kehendak mereka di kamp-kamp pendidikan ulang di mana mereka dipaksa menjalani indoktrinasi politik yang berat dan pelanggaran berat lainnya," ujar Pompeo.

Namun semua tuduhan itu dibantah Cina. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang mengklaim langkah-langkah yang diterapkan di Xinjiang bertujuan mempromosikan stabilitas, pembangunan, persatuan, sekaligus menindak separatisme etnis dan kegiatan kriminal teroris yang kejam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement