Sabtu 12 Jan 2019 21:21 WIB

Ditahan di Kamp Xinjiang, Jalilova Dipaksa Hadap Foto Xi

Jalilova mengaku diinterogasi setelah tiga bulan penangkapannya.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
(dari kiri) Anggota DPR Muzammil Yusuf, Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur Seyit Abdulkadir Tumturk dan Mantan Tahanan Uighur di Kamp Reedukasi Xinjiang Gulbahar Jelilova menjadi narasumber dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (12/1).
Foto: Republika/Prayogi
(dari kiri) Anggota DPR Muzammil Yusuf, Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur Seyit Abdulkadir Tumturk dan Mantan Tahanan Uighur di Kamp Reedukasi Xinjiang Gulbahar Jelilova menjadi narasumber dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (12/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan penghuni kamp reedukasi Uighur di Provinsi Xianjang Cina, Gulbachar Jalilova (54 tahun) kembali menyuarakan kesaksiannya  berada di kamp selama satu tahun enam bulan sepuluh hari. Di hadapan media masa Jalilova kembali menegaskan telah mendapata=kan perlakuan tidak menyenangkan dari Cina.

"Saya dikurung di ruangan 7x3x6 meter tanpa jendela, semua orang di dalam ruangan harus menghadap ke arah yang sama yakni foto Presiden Cina Xi Jinping," ujar Jalilova di konferensi pers yang diadakan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan tema Kesaksian dari Balik Tembok Penjara Uighur, di Bebek Bengil, Menteng, Jakarta, pada Sabtu (12/1).

Pada Jumat (11/1), Jalilova telah mengunjungi kantor Republika dan bercerita tentang penderitaannya di kamp yang kata pemerintah Cina merupakan kamp edukasi untuk menghindari terorisme, separatisme dan ekstremisme. Tapi kenyataannya, orang yang tidak terkait dengan ketiganya itu semena-mena ditangkap.  "Asal seseorang keturuan Muslim Uighur, dia pasti ditangkap," ujar Jalilova.

Baca juga, Ini Jawaban Cina Soal Keprihatinan RI ke Muslim Uighur.

Jalilova diciduk aparat Cina di kota Urumqi, Provinsi Xianjang setelah ketahuan ia keturunan etnis Uighur, meski dia berasal dari Kazakhtan-Cina Xianjang. Saat ditahan ia bingung dengan tuduhannya yakni mentransfer sejumlah dana ilegal dari Cina dan Turki ke Xinjang.

"Ketika saya berada di kamp, saya memberi tahu mereka bahwa saya adalah orang asing dan bahwa saya tidak melakukan kesalahan," katanya.

Baca juga, Amnesty: Muslim Uighur Xinjiang Menderita.

Dia mengaku diinterogasi setelah tiga bulan penangkapannya. Namun, banyak penserta kamp yang bahkan diinterogasi hingga menunggu satu tahun setelah penangkapan.

Hal yang membuatnya lebih merana adalah harus terpisah dengan ketiga anaknya selama satu tahun lebih lamanya. Ia juga tidak bisa berkomunikasi langsung dengan anak-anaknya. Ketiga buah hatinya hanya bisa mengirim surat ke kamp Uighur sepekan sekali tanpa balasan dari Jalilova.

"Kami diberitahu bahwa kami tidak memiliki hak di sana. Kami tidak memiliki hak untuk melakukan panggilan telepon, kami seperti orang mati," ceritanya.

Pengakuan Jalilova membuat terkejut bagi siapa saja yang mendengarnya. Dia dikurung di dalam kamar dan hanya mendapat waktu tidur selama empat jam sebab dalam ruangan kecil dan pengap terdapat 40-50 orang. Sehingga jika ingin tidur, mereka harus bergantian.

"Tidur kami bergantian, karena terlalu banyak orang, tidak bisa dalam satu ruangan semua orang rebah, jadi sebagain orang terbangun, sebagian lagi tertidur, tidur kami hanya empat jam," kata dia.

"Kamar sangat pengap, kadang mereka juga mengikat logam seberat lima kilogram di kaki kami sebagai hukuman," Jalilova menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement