Rabu 06 Mar 2019 11:18 WIB

Korea Utara Terancam Krisis Pangan

Korea Utara menghadapi penurunan drastis produksi pangan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Warga Korut menggarap tanah di luar Pyongyang.
Foto: AP Photo
Warga Korut menggarap tanah di luar Pyongyang.

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) telah mengalami penurunan drastis dalam produksi pertaniannya tahun lalu. PBB mencatat, total hasil pertanian Korut pada 2018 mencapai 4,95 juta ton, turun sekitar 500 ribu ton.

"Itu adalah produksi terendah dalam lebih dari satu dekade," kata Koordinator Residen PBB di Korut Tapan Mishra pada Rabu (6/3), dikutip laman the Straits Times.

Baca Juga

Untuk tanaman padi dan gandum, Korut mengalami penurunan sekitar 12-14 persen. Kemudian produksi kedelai merosot 39 persen. Selain itu, komoditas kentang, yang kerap digadang-gadang pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un dapat meningkatkan pasokan, juga menurun 34 persen.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan Korut mengalami penurunan produksi pertanian, antara lain bencana alam, kurangnya lahan subur, dan cara bertani yang tidak efisien untuk mencapai fase panen.

Pada Agustus dan Juli tahun lalu, Korut dilanda gelombang panas. Bencana itu kemudian disusul oleh hujan lebat dan banjir bandang dari Topan Soulik.

Mishra mengaku mencemaskan turunnya produksi pertanian Korut. "Ini menghasilkan kesenjangan makanan yang signifikan," ujarnya.

Menurunnya hasil atau produksi pertanian berdampak pada meningkatnya warga Korut yang membutuhkan bantuan kemanusiaan. PBB memperkirakan saat ini terdapat 10,9 juta orang di negara itu yang membutuhkan bantuan pangan. Jumlahnya bertambah sekitar 600 ribu orang dibandingkan tahun lalu.

Menyusutnya produksi pertanian juga meningkatkan potensi gizi buruk dan penyakit lainnya. Kendati demikian, PBB tak dapat berkontribusi banyak untuk membantu krisis Korut.

Dengan dana yang cukup memadai sebelumnya, PBB dapat membantu sekitar 6 juta warga Korut. Namun, saat ini hanya sekitar 3,8 juta warga Korut yang dapat dibantu Korut karena berkurangnya bantuan dana.

Menurut Mishra, beberapa lembaga kemanusiaan juga telah dipaksa mengurangi programnya untuk Pyongyang. Dia meminta agar pertimbangan politik tidak dijadikan sebagai penghambat untuk menangani krisis di negara komunis tersebut.

Korut kerap menuai kecaman dunia internasional karena dianggap memprioritaskan program rudal dan nuklirnya daripada kebutuhan pangan warganya. Namun, kecaman itu tak pernah didengar dan ditanggapi oleh Pyongyang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement