Kamis 21 Mar 2019 19:45 WIB

Pemakaman Massal Korban Christchurch Usai Shalat Jumat

Pemakaman akan diawali dengan penyiaran langsung azan.

Rep: Idealisa Masyrafina / Red: Nashih Nashrullah
 Pemakaman korban teror penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, Rabu (20/3).
Foto: AP/Mark Baker
Pemakaman korban teror penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, Rabu (20/3).

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH – Pemakaman massal korban teroris di dua masjid Christchurch diperkirakan akan dilaksanakan pada Jumat (22/3), usai shalat Jumat.

Masjid Al Noor yang penuh peluru sedang diperbaiki, dicat, dan dibersihkan sebelum shalat Jumat. Korban pertama dimakamkan pada Rabu (20/3) dan penguburan berlanjut pada Kamis (21/3), dengan pemakaman seorang anak sekolah. 

Baca Juga

Ardern akan menghadiri panggilan azan dan melakukan hening selama dua menit di Taman Hagley di seberang Masjid Al Noor. Azan akan disiarkan secara nasional. 

Polisi bersenjata telah menjaga masjid di sekitar Selandia Baru sejak serangan itu. 

"Kami akan bersiaga tinggi besok untuk memberikan jaminan kepada orang-orang yang menghadiri shalat Jumat," kata polisi dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis (21/3).

Ribuan jamaah diperkirakan akan berada di Masjid Al Noor, tempat mayoritas korban meninggal. 

Sebagian besar korban adalah migran atau pengungsi dari negara-negara seperti Pakistan, India, Malaysia, Indonesia, Turki, Somalia, Afghanistan, dan Bangladesh.

Sementara itu pada Kamis (21/3), Selandia Baru telah mengeluarkan regulasi yang melarang penggunaan senapan semi-otomatis dan senapan serbu gaya militer. 

Regulasi ini akan memungkinkan pengecualian yang diberlakukan secara ketat bagi petani untuk melakukan pengendalian hama dan kesejahteraan hewan.

Mohammed Faqih, seorang ulama California akan menghadiri pemakaman untuk beberapa korban mengatakan ia sangat berterima kasih atas larangan senjata.

"Saya berharap para pemimpin kita di Amerika akan mengikuti jejaknya dan melakukan hal yang sama khususnya mengingat sejarah penembakan massal kita. Sesuatu perlu terjadi dan itu adalah contoh yang bagus bagi para pemimpin terpilih kami," katanya, Kamis (21/3). 

Undang-undang larangan senjata ini diberlakukan sebagai tanggapan atas penembakan jamaah dua masjid di Christchurch. Warga negara Australia, Brenton Tarrant (28 tahun) seorang tersangka supremasi kulit putih yang tinggal di Dunedin, di Pulau Selatan Selandia Baru, telah didakwa dengan pembunuhan setelah serangan itu.

Dia dikembalikan tanpa permohonan dan akan kembali ke pengadilan pada 5 April, ketika polisi mengatakan dia kemungkinan akan menghadapi lebih banyak dakwaan. Dua puluh delapan orang yang terluka dalam serangan itu masih di rumah sakit, enam masih dalam perawatan intensif. 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement