Kamis 21 Mar 2019 20:55 WIB

Kampanye Jumat Berhijab di Selandia Baru Terbuka untuk Umum

Panitia akan memberikan pendampingan penggunaan hijab.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
 Pemakaman korban teror penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, Rabu (20/3).
Foto: AP/Mark Baker
Pemakaman korban teror penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, Rabu (20/3).

REPUBLIKA.CO.ID,  CHRISTCHURCH –  Perempuan di Selandia Baru yang ingin mengenakan jilbab pada Jumat besok diimbau tak perlu khawatir melakukan kesalahan.

Pada Jumat (22/3), warga Selandia Baru akan menyelenggarakan Headscarf for Harmony yakni sebuah acara yang diselenggarakan sekelompok perempuan yang ingin menunjukkan solidaritas untuk komunitas Muslim pascaperistiwa penembakan di masjid Christchurch pada Jumat lalu. 

Baca Juga

“Orang yang berbeda memiliki cara yang berbeda dalam mengenakan jilbab. Bagi sebagian non-Muslim, ini akan menjadi yang pertama kalinya mereka mencoba mengenakan jilbab ini tak sulit dan tidak ada benar atau salah. Hal itu akan menunjukkan rasa hormat, dan itulah yang kami targetkan,” kata Asya Mohamed Abeid sebagai sebagai pihak yang akan memberikan kerudung untuk mendukung acara tersebut di Westley Community Center di Auckland seperti dilansir Stuff pada Kamis (21/3).

Abeid mengatakan, segala jenis kerudung bisa digunakan, termasuk warna dan pola apapun. Para gadis juga bisa mengenakan jilbab. 

Muslimah dari berbagai budaya punya cara  yang berbeda untuk mengenakan jilbab. Beberapa menggunakan pin atau memakai penutup kepala yang ketat untuk mencegah rambut terlihat.

Thaya Ashman, seorang dokter umum Auckland yang merupakan salah satu dari pelaksana Headscarf for Harmony organiser mengatakan tujuan mereka adalah untuk mendukung keluarga dari 50 orang yang menjadi korban meninggal pada Jumat lalu serta korban lainnya. 

Terkait kekhawatiran tentang kemungkinan perampasan budaya, pelaksana telah menghubungi kelompok-kelompok Muslim lokal dan hanya menerima dukungan untuk acara tersebut.

“Saya pikir selama itu untuk menghormati, kita  yakin gerakan itu akan dihargai,” kata Ashman,  seorang non-Muslim namun telah tinggal di komunitas Muslim di Afghanistan dan Pakistan.

Rencana kegiatan itu mendapat respons positif, Bahkan beberapa pria juga berniat mengenakan kain di pundak atau kepala mereka seperti yang dilakukan di beberapa negara. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement