Kamis 14 Mar 2019 13:46 WIB

Cina Tahan 1,5 Juta Muslim di Kamp Xinjiang

Data terbaru jumlah Muslim di kamp Xinjiang berdasarkan data satelit dan saksi.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nur Aini
Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, mengikuti kelas ilmu hukum, Jumat (3/1/2019).
Foto: Antara/M Irfan Ilmie
Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, mengikuti kelas ilmu hukum, Jumat (3/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Seorang peneliti terkemuka tentang kebijakan etnis Cina, Adrian Zenz mengatakan, sekitar 1,5 juta warga Uighur, dan Muslim lainnya ditahan di kamp Xinjiang, Rabu (13/3). Sebelumnya jumlah warga yang ditahan diperkirakan adalah satu juta muslim. Mereka berada di tempat yang disebut Cina sebagai pusat pendidikan.

Peneliti independen asal Jerman itu mengungkapkan, perkiraan barunya didasarkan pada gambar satelit. Selain itu, berdasar pada laporan saksi tentang fasilitas yang penuh sesak dan anggota keluarga yang hilang.

Baca Juga

"Meskipun spekulatif, tampaknya tepat untuk memperkirakan bahwa hingga 1,5 juta etnis minoritas," kata Zenz pada sebuah acara yang diselenggarakan oleh misi AS di Jenewa.

Ia mengatakan, upaya Cina saat ini merupakan kampanye sistematis genosida karena menghapus identitas etnis dan agama yang berbeda di Xinjiang.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengkritik tajam pelanggaran hak asasi manusia di Cina. Mereka mengatakan jenis pelanggaran terhadap minoritas Muslim merupakan yang terburuk sejak 1930-an.

Seorang warga Kazakh Uighur, Omir Bekali mengatakan pada acara tersebut, ia telah disiksa oleh polisi Xinjiang kemudian ditahan di kamp selama enam bulan di sebuah ruangan kecil dengan 40 orang.

"Kami harus memuji Partai Komunis, menyanyikan lagu tentang (pemimpin Cina) Xi Jinping dan mengucapkan terima kasih kepada pemerintah. Kami tidak punya hak untuk berbicara," kata Omar Bekali.

Pada acara di Jenewa, duta besar AS, Kelley Currie, dari kantor peradilan pidana global Departemen Luar Negeri, ditanyai tentang menjatuhkan sanksi pada Cina. "Kami selalu melihat semua mekanisme dan alat yang kami miliki untuk mengidentifikasi mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat dan serius, serta memastikan bahwa mereka tidak mendapat manfaat dari peluang untuk melakukan perjalanan ke AS," kata dia.

"Kami tidak memberi mereka akses ke sistem keuangan AS," ujarnya kepada wartawan, tanpa memberikan pernyataan lebih lanjut.

Adapun Cina menghadapi kecaman internasional, karena tempat yang mereka sebut sebagai pusat pelatihan kejuruan di Xinjiang merupakan rumah bagi jutaan etnis minoritas Muslim. Beijing menyatakan, langkah-langkah itu diperlukan untuk membendung ancaman ekstremisme Islam.

Gubernur Xinjiang, Shohrat Zakir mengatakan, Cina menjalankan sekolah asrama, Selasa (12/3) dan bukan kamp konsentrasi atau kamp pendidikan ulang di wilayah terpencil.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement