Selasa 23 Apr 2019 05:02 WIB

Ancaman Teror Pernah Diterima Sri Lanka, Namun Diabaikan

Ancaman teror diterima dua pekan sebelum serangan terjadi Ahad.

Polisi dan militer berjaga di area Gereja St Sebastian di Negombo, di utara Kolombo, yang menjadi salah satu sasaran bom pada Ahad (21/4). Dua ratusan korban tewas dan ratusan lainnya terluka akibat serangan bom di delapan lokasi di ibu kota Sri Lanka.
Foto: AP Photo/Chamila Karunarathne
Polisi dan militer berjaga di area Gereja St Sebastian di Negombo, di utara Kolombo, yang menjadi salah satu sasaran bom pada Ahad (21/4). Dua ratusan korban tewas dan ratusan lainnya terluka akibat serangan bom di delapan lokasi di ibu kota Sri Lanka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Sri Lanka dilaporkan telah mendapatkan peringatan ancaman soal serangan teror dua pekan sebelum teror mematikan pada Ahad (21/4) terjadi. Namun, saat itu, pemerintah tak segera mengambil tindakan.

"Ancaman itu muncul dari kelompok National Thowheed Jamath," ucap Juru Bicara Kabinet, Rajitha Senaratne, dikutip dari BBC pada Senin (22/4). Senaratne mengatakan, peringatan itu tak diteruskan ke Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe maupun anggota kabinet lainnya. 

Baca Juga

Namun, Wickremesinghe mengakui, bahwa pasukan keamanan memang sudah menerima ancaman ini. Bahkan, seluruh departemen keamanan juga menyadari ada ancaman. Namun, pihak keamanan tidak segera menindaklanjuti ancaman itu. 

Intelijen Sri Lanka juga gagal membaca ancaman yang berbuntut pada serangan teror dengan korban ratusan orang ini. Menteri Pertahanan Hemasiri Fernando, kepada BBC mengakui bahwa Intelijen tak menyangka serangan yang benar terjadi ternyata sebesar itu. "Mereka bicara soal satu dua insiden kecil, tidak seperti ini," kata Fernando.

Sebanyak 290 dilaporkan tewas dalam insiden tersebut. Hingga Selasa (22/4), kepolisian Sri Lanka mengatakan ada 24 orang yang telah ditangkap terkait serangan bom. Mereka seluruhnya adalah warga lokal. Selain itu, tak ada rincian lebih lanjut mengenai profil atau identitas tersangka. 

Para pakar anti-terorisme internasional mengatakan meski kelompok radikal lokal Sri Lanka melakukan serangan bom tersebut, namun dipastikan ada kelompok militan atau organisasi teroris yang lebih besar terlibat, di antaranya adalah seperti al-Qaeda atau Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).   

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement