Selasa 23 Apr 2019 07:04 WIB

Perdana Menteri Sri Lanka tak Dapat Peringatan Serangan Bom

PM Sri Lanka tak mendapat peringatan bom karena hubungan buruk dengan presiden.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena mengambil sumpah Ranil Wickremesinghe menjadi perdana menteri, Ahad (16/12).
Foto: AP Photo/Eranga Jayawardena
Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena mengambil sumpah Ranil Wickremesinghe menjadi perdana menteri, Ahad (16/12).

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Sebelum bom menguncang Sri Lanka sebanyak delapan kali dan menewaskan 290 orang, pemerintah Sri Lanka sudah mendapat peringatan tentang serangan teror yang akan terjadi pada hari Paskah. Gesekan antara perdana menteri dan presiden memicu pertanyaan bagaimana pemerintah Sri Lanka menanggapi peringatan serangan teror tersebut. 

Menteri pemerintah Sri Lanka mengatakan perdana menteri tidak pernah diajak dalam rapat intelijen sejak hubungannya dengan presiden retak pada akhir tahun lalu. Sebelum serangan terjadi, polisi sudah memperingatkan tentang kemungkinan serangan yang dilakukan terhadap sejumlah gereja. 

Baca Juga

Peringatan itu mengatakan serangan akan dilakukan kelompok teror Islam dalam negeri. Tapi, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe tidak diberitahu tentang laporan yang bertanggal 11 April itu.

Menteri Kesehatan Sri Lanka Rajith Senaratne mengatakan peringatan tersebut mengatakan badan intelijen asing sudah memperingatkan kelompok yang bernama National Thawheed Jama’ut akan melakukan serangan ke gereja-geraja.  Tidak diketahui tindakan apa yang dilakukan pemerintah Sri Lanka sehubungan dengan informasi tersebut. 

"Ketika kami bertanya tentang laporan intelijen, perdana menteri tidak mengetahui hal itu," kata Senaratne, Selasa (24/4). 

Tapi juga belum diketahui apakah Presiden Maithripala Sirisena mengetahui tentang laporan tersebut atau tidak. Dewan Keamanan melaporkan peringatan tersebut kepadanya. Senaratne menambahkan sementara itu perdana menteri tidak pernah lagi diundang dalam rapat Dewan Keamanan. 

Presiden Sri Lanka berada di luar negeri ketika serangan terjadi. Kantornya pun menolak memberikan komentar tentang pernyataan Sanaratne. 

"Sebagai pemerintah kami harus sangat, sangat sedih, dan kami meminta maaf kepada keluarga dan institusi mereka atas kejadian ini," kata Senaratne. 

Presiden memecat Wickremesinghe karena perbedaan politik pada bulan Oktober tahun lalu. Tapi ia mengembalikannya ke jabatannya karena tekanan Mahkamah Agung. 

Hubungan mereka tidak kunjung membaik. Para politisi mengatakan perbedaan mereka membuat keputusan pemerintah sering tertunda. 

Pada Ahad (21/4), presiden melakukan perjalanan ke luar negeri dan Sri Lanka diserang teror. Senaratne mengatakan Wickremesinghe memanggil Dewan Keamanan untuk rapat di rumahnya tapi para anggota dewan itu tidak hadir. 

"Untuk pertama kalinya dalam sejarah kami melihat Dewan Keamanan menolak untuk rapat dengan perdana menteri negara ini," kata Senaratne. 

Pada Senin (22/4), Wickremesinghe menghadiri rapat dewan keamanan yang diadakan Sirisena setelah ia pulang. Kantor perdana menteri mengatakan itu pertama kalinya Wickremesinghe mengikuti rapat dewan keamanan sejak hubungannya dengan presiden retak. 

Senaratne mengatakan pasukan keamanan melancarkan serbuan ke situs latihan National Thawheed Jama’ut. Pemerintah Sri Lanka juga yakin serangan teror pada hari Paskah lalu ada hubungannya dengan kelompok-kelompok internasional.

"Menurut kami organisasi kecil tidak dapat melakukan ini semua, kami sekarang tengah menyelidiki dukungan dan keterkaitan internasional lainnya kepada mereka, bagaimana mereka dapat melakukan bom bunuh diri seperti ini," kata Senaratne. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement