Kamis 25 Apr 2019 14:27 WIB

Sri Lanka Larang Drone

Larangan drone di Sri Lanka diberlakukan mengingat situasi keamanan.

Teror bom di Sri Lanka.
Foto: Republika.co.id
Teror bom di Sri Lanka.

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Sri Lanka melarang drone dan pesawat tak berawak dan melakukan ledakan terkendali atas barang-barang mencurigakan, Kamis (25/4). Otoritas penerbangan sipil Sri Lanka mengatakan mengambil tindakan tersebut mengingat situasi keamanan.

Drone hobi telah digunakan oleh militan di masa lalu untuk membawa bahan peledak. Pasukan Irak menemukan mereka sulit ditembak ketika mengusir kelompok ISIS yang anggotanya memuat drone dengan granat atau bahan peledak sederhana untuk menargetkan pasukan pemerintah. Gerilyawan Houthi di Yaman juga menggunakan pesawat tanpa awak. Tindakan yang paling baru adalah menargetkan parade militer pada Januari dan membunuh tentara.

Baca Juga

Polisi Sri Lanka melanjutkan pencarian mereka untuk bahan peledak. Polisi meledakkan benda mencurigakan di tempat pembuangan sampah di Pugoda, sekitar 35 kilometer (22 mil) timur Kolombo.

Serangan pada hari Paskah terutama di gereja-gereja dan hotel-hotel menewaskan sedikitnya 359 orang dan melukai 500 lainnya. Sebagian besar adalah warga Sri Lanka.

photo

Kementerian Luar Negeri mengonfirmasi 36 orang asing tewas. Seorang pejabat tinggi Sri Lanka mengatakan banyak pelaku bom bunuh diri berpendidikan tinggi dan berasal dari keluarga kaya.

Menteri Pertahanan Junior Ruwan Wijewardene mengatakan setidaknya satu memiliki gelar sarjana hukum dan yang lain mungkin telah belajar di Inggris dan Australia. Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan salah satu pengebom berada di negara itu dengan visa pelajar sebelum pergi pada 2013.

Seorang pejabat keamanan Inggris juga mengonfirmasi seorang pengebom diyakini telah belajar di Inggris antara 2006 dan 2007. Pejabat keamanan, yang berbicara dengan syarat anonim karena sensitifnya penyelidikan, mengatakan intelijen Inggris tidak mengawasi Abdul Lathief Jameel Mohamed selama dia tinggal di negara itu. Namanya pertama kali dilaporkan oleh Sky News.

Para pemimpin pemerintah Sri Lanka telah mengakui beberapa unit intelijen mengetahui kemungkinan serangan teror terhadap gereja atau target lain beberapa minggu sebelum pengeboman. Presiden meminta pengunduran diri menteri pertahanan dan kepala polisi nasional tanpa mengatakan siapa yang akan menggantikan mereka.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement