Kamis 25 Apr 2019 15:33 WIB

Israel Keluarkan Larangan Perjalanan ke Sri Lanka

Warga Israel yang berencana ke Sri Lanka diimbau membatalkan perjalanannya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Tentara Angkatan Laut Sri Lanka melakukan pemeriksaan keamanan terhadap pengendara motor di Kolombo, Sri Lanka, Kamis (25/4).
Foto: AP Photo/Eranga Jayawardena
Tentara Angkatan Laut Sri Lanka melakukan pemeriksaan keamanan terhadap pengendara motor di Kolombo, Sri Lanka, Kamis (25/4).

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Biro Kontraterorisme Dewan Keamanan Nasional Israel mengeluarkan larangan perjalanan ke Sri Lanka, Kamis (25/4). Ia menyebut terdapat kemungkinan yang tinggi dan konkret tentang akan adanya serangan teror lanjutan di negara tersebut.

Dilaporkan laman The Times of Israel, Biro Kontraterorisme Israel menyerukan warganya yang sedang berwisata ke Sri Lanka agar segera meninggalkan negara itu. Sedangkan mereka yang hendak bertolak ke Sri Lanka diimbau membatalkan perjalanannya.

Baca Juga

Keputusan tentang larangan perjalanan itu diambil setelah berkonsultasi dengan pejabat keamanan dan Kementerian Luar Negeri Israel. Serangan bom yang mengincar tiga gereja dan empat hotel mewah di Sri Lanka pada Ahad lalu telah menyebabkan sedikitnya 359 orang tewas dan lebih dari 500 lainnya luka-luka.

Sebanyak 36 korban tewas di antaranya adalah warga asing. Sebanyak 13 korban di antaranya telah dipulangkan ke negara asalnya masing-masing.

Kelompok ISIS mengklaim bertanggung jawab atas terjadinya serangan tersebut. Namun otoritas keamanan Sri Lanka tak yakin kelompok ekstremis itu terlibat.

photo

Sri Lanka telah menangkap beberapa terduga pelaku pengeboman. Di luar dugaan, ternyata para pelaku berasal dari keluarga mapan dan memiliki gelar pendidikan tinggi.

Menteri Muda Bidang Pertahanan Sri Lanka Ruwan Wijewardene mengatakan, setidaknya satu tersangka memiliki titel sarjana hukum. Sementara lainnya menempuh pendidikan di Inggris dan Australia.

Seorang pejabat keamanan Inggris mengonfirmasi salah satu tersangka pernah belajar di negaranya antara 2006 dan 2007. Dia diketahui bernama Abdul Lathief Jameel. Sky News adalah media pertama yang melaporkan identitas para tersangka.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan salah satu pelaku pengeboman pernah berada di negaranya dengan visa pelajar. Ia tinggal dengan pasangannya sebelum hengkang pada 2013.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement