Kamis 09 May 2019 19:22 WIB

Kantor Organisasi Bantuan AS di Afghanistan Dibom Taliban

Bom di kantor organisasi bantuan AS di Afghanistan menewaskan 9 orang.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Serangan bom di Afghanistan (ilustrasi).
Foto: Reuters
Serangan bom di Afghanistan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Kantor organisasi bantuan asal Amerika Serikat (AS) yang beroperasi di Afghanistan, Counterpart International, diserang bom oleh Taliban pada Rabu (8/7). Sedikitnya sembilan orang tewas akibat serangan tersebut.

Bom tersebut dibawa oleh sejumlah anggota Taliban. Ledakan yang ditimbulkan terbilang cukup kuat karena terasa hingga radius ratusan meter. Pascaledakan, sejumlah anggota Taliban pun terlibat kontak senjata dengan pasukan keamanan Afghanistan selama lebih dari enam jam.

Baca Juga

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengaku memang membidik kantor Counterpart International. Taliban menganggap kelompok bantuan tersebut mempromosikan budaya Barat, termasuk mendorong percampuran gender. Taliban juga menuduh Counterpart International memberi pelatihan pada pasukan keamanan Afghanistan. Namun, ia tak memperinci tuduhan itu.  

Dari sembilan orang yang tewas akibat ledakan, tiga di antaranya adalah pekerja kelompok anti-kemiskinan, CARE. Kantor mereka memang berdekatan dengan Counterpart International.

CARE pun menyuarakan keprihatinan atas insiden tersebut. “Serangan ini mencerminkan meningkatnya bahaya pekerjaan kemanusiaan di negara-negara yang terdampak konflik seperti Afghanistan dan realitas kekerasan sehari-hari yang disayangkan bagi banyak keluarga Afghanistan,” kata CARE dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Aljazirah.

Serangan terhadap Counterpart International terjadi saat Taliban sedang melanjutkan pembicaraan perdamaian dengan AS. Perundingan perdamaian putaran keenam antara kedua belah pihak telah dilaksanakan di Doha, Qatar, pada 1 Mei lalu.

Utusan khusus yang memimpin delegasi AS, Zalmay Khalilzad, mengatakan terdapat empat fokus yang hendak dibicarakan dalam pertemuan tersebut. Mereka adalah jaminan melawan terorisme, gencatan senjata permanen, penarikan pasukan AS dari Afghanistan, dan prospek pembicaraan antara Taliban dan Pemerintah Afghanistan untuk membangun jalur menuju penyelesaian politik.

Sejauh ini, Taliban masih menolak untuk melakukan pembicaraan pemerintahan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Menurut Taliban, pemerintahan tersebut tidak sah.

Konflik sipil di Afghanistan telah berlangsung lebih dari satu dekade. Selama periode tersebut, menurut PBB, sebanyak 32 ribu warga sipil telah tewas dan 60 ribu lainnya mengalami luka-luka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement