Ahad 19 May 2019 16:40 WIB

Boeing Akui Perangkat Lunak Simulator Max 737 Bermasalah

Boeing telah memperbaiki dan memberikan informasi tambahan pada perangkat.

Rep: Fergi nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Pekerja merakit Boeing 737 MAX 8 di fasilitas perakitan pesawat di Washington, Amerika Serikat.
Foto: AP Photo/Ted S. Warren
Pekerja merakit Boeing 737 MAX 8 di fasilitas perakitan pesawat di Washington, Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perusahaan Boeing mengakui pihaknya harus memperbaiki kekurangan pada perangkat lunak simulator penerbangan 737 MAX yang digunakan untuk melatih pilot. Hal itu menyusul kecelakaan mematikan melibatkan pesawat jenis tersebut yang menewaskan ratusan orang.

"Boeing telah melakukan koreksi pada perangkat lunak simulator 737 Max dan telah memberikan informasi tambahan kepada operator perangkat untuk memastikan bahwa pengalaman simulator itu representatif dalam berbagai kondisi penerbangan," kata Boeing dalam sebuah pernyataan dilansir Strait Times, Ahad (18/5).

Baca Juga

Pernyataan tersebut menandai pertama kali Boeing mengakui ada cacat desain dalam perangkat lunak terkait dengan 737 Max. Sebelumnya perangkat lunak anti-stannya MCAS 737 Max disalahkan atas tragedi Ethiopian Airlines.

Menurut Boeing, perangkat lunak simulator penerbangan tidak mampu menjawab kondisi penerbangan tertentu yang serupa dengan pada saat jatuhnya Ethiopian Airlines pada Maret atau kecelakaan pada Lion Air pada Oktober.

Perusahaan mengatakan, perubahan terbaru akan meningkatkan simulasi beban gaya pada roda trim manual yang merupakan roda manual dan jarang digunakan untuk mengontrol sudut pesawat.

"Boeing bekerja sama secara erat dengan produsen perangkat dan regulator tentang perubahan dan peningkatan ini, dan untuk memastikan bahwa pelatihan pelanggan tidak terganggu," tambahnya.

Southwest Airlines, pelanggan utama 737 Max dengan 34 pesawat dalam armadanya, mengatakan, pihaknya akan menerima simulator pertama akhir tahun ini. Pesawat-pesawat tersebut telah sampai di seluruh dunia, namun masih harus menunggu persetujuan dari AS dan regulator internasional sebelum mereka dapat kembali bekerja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement