Kamis 23 May 2019 12:11 WIB

Indonesia Kembali Bahas Palestina di Dewan Keamanan PBB

Indonesia memberi perhatian khusus pada situasi Palestina dalam briefing DK PBB.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi dalam forum PBB membahas Palestina, New York, Kamis (4/3).
Foto: Dok Kemenlu
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi dalam forum PBB membahas Palestina, New York, Kamis (4/3).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Indonesia sebagai presiden Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa -Bangsa (DK PBB) mengadakan briefing dengan 15 anggota DK yang membicarakan soal situasi di Timur Tengah, khususnya Palestina, Rabu (22/5) waktu setempat. Kegiatan tersebut merupakan salah satu agenda Indonesia sebagai presiden DK PBB selama satu bulan hingga 31 Mei 2019. 

Tujuan pertemuan itu adalah untuk mendapatkan informasi mengenai situasi terkini di Timur Tengah, termasuk isu Palestina, Suriah, dan Yaman. Melalui video conference, perkembangan terakhir di Timur Tengah disampaikan oleh Koordinator Khusus United Nations Special Coordinator for the Middle East Peace Process (UNSCO) Nickolay Mladenov, dan Commissioner-General United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) Pierre Krahenbhul. 

Baca Juga

Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno LP Marsudi dalam memimpin briefing-nya mengatakan, konflik berkepanjangan di Timur Tengah memiliki dampak besar bagi perdamaian dan stabilitas kawasan dan global. "Oleh karenanya DK PBB harus dapat menghasilkan progres riil dalam penyelesaian isu Timur Tengah, khususnya Palestina," kata Retno di Markas Besar PBB dalam rilis pers yang diterima Republika.co.id, Kamis.

Dalam pertemuan briefing DK PBB, Indonesia memberikan perhatian khusus terhadap situasi Palestina. Menlu Retno menyampaikan, bahwa sejak pertemuan (briefing) yang sama bulan Januari lalu, situasi di Timur Tengah, khususnya di Palestina bukan membaik, namun memburuk. Hal itu tercatat oleh terjadinya kekerasan baru pada awal bulan Mei, ditutupnya sementara kehadiran organisasi internasional di Hebron, dan terus berkembangnya pemukiman ilegal di tanah Palestina.

Menurut Retno, itu terus memperburuk situasi kemanusiaan di Palestina. Sehingga Retno kembali menekankan tiga hal yang penting untuk diperhatikan. Pertama, pentingnya untuk memberikan perlindungan bagi penduduk sipil Palestina. "Dari laporan komisi independen awal tahun ini, ada banyaknya pelanggaran HAM oleh negara penduduk, termasuk kekerasan terhadap media dan pekerja kehesatan di Palestina. Untuk itu, ditekankan pentingnya perlindungan internasional bagi masyarakat sipil Palestina," ujar Retno.

Kedua, perlunya mengambil langkah konkret mengatasi situasi kemanusiaan di Palestinam, termasuk upaya untuk memperbaiki situasi ekonomi dan sosial masyarakat Palestina yang menjadi penting. Dalam hal itu, Retno menghargai berbagai program UNWRA dalam memperbaiki situasi kemanusiaan rakyat Palestina dan kesiapan Indonesia untuk terus mendukung.

Ketiga, proses perdamaian harus dimulai kembali. Untuk itu perlu segera dibentuk proses perdamaian yang kredibel, yang memastikan kesetaraan semua pihak dalam perundingan. "Perspektif baru dalam proses perdamaian bukan berarti mengabaikan parameter internasional yang berlaku. Bagi Indonesia, tidak terdapat alternatif lainnya selain ‘solusi dua negara," ujar Retno.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement