Rabu 12 Jun 2019 03:50 WIB

65 Orang Rohingya Ditemukan Terdampar di Pulau Rawi

Warga Rohingya yang terdampar diduga menjadi korban perdagangan manusia.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolanda
Pengungsi Rohingya
Foto: AP Photo/Dar Yasin, File
Pengungsi Rohingya

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Sebanyak 65 orang Rohingya ditemukan terdampar di pulau Rawi, Provinsi Satun, Thailand. Mereka bertahan di sana setelah perahu kayu mereka kehabisan bahan bakar.

Penjaga Pantai Thailand Cmdr Thanapong Sudrak mengungkapkan, ke-65 orang Rohingya itu diyakini hendak dijual. Sebab di pulau itu pihaknya juga mengamankan enam terduga pelaku perdagangan manusia.

Baca Juga

Lima terduga pelaku berkewarganegaaraan Myanmar, sementara satu orang lainnya berasal dari Thailand. “Kami memindahkan mereka ke daratan untuk diinterogasi karena ada satu orang Thailand di kapal dan kami akan menyelidiki apakah ini adalah perdagangan manusia,” kata Thanapong pada Selasa (11/6), dilaporkan laman Radio Free Asia.

Kepolisian Thailand mengungkapkan, seorang warganya yang diduga terlibat aktivitas perdagangan manusia bernama Sangkom Papan (50 tahun). Dia berasal dari Provinsi Ranong yang letaknya berdekatan dengan Myanmar.

“Para pejabat dari lembaga yang terlibat membahas rencana mendesak untuk membantu mereka serta menginterogasi orang Thailand,” ujar Kolonel Polisi Samrej Jai-eau.

Empat tahun lalu, pihak berwenang Thailand menemukan 32 kuburan orang Rohingya dan Bangladesh di dekat perbatasannya dengan Malaysia. Hal itu seketika mendorong Thailand menindak tegas kegiatan imigrasi ilegal. Thailand kemudian menutup perbatasan maritimnya dengan kapal-kapal penyelundup manusia dari Bangladesh dan Myanmar.

Pada Agustus 2017, lebih dari 700 ribu orang Rohingya melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar melakukan operasi brutal untuk menangkap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). 

Masifnya arus pengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh segera memicu krisis kemanusiaan. Para pengungsi Rohingya terpaksa harus tinggal di tenda atau kamp dan menggantungkan hidup pada bantuan internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement