Sabtu 15 Jun 2019 16:32 WIB

Taipan Hong Kong Pindahkan Aset ke Luar Negeri

Undang-undang ekstradisi ini telah menakuti beberapa taipan Hong Kong.

Rep: lintar satria/ Red: Dwi Murdaningsih
Massa penentang aturan ekstradisi berkumpul di belakang barikade di dekat kantor Dewan Legislatif di Hong Kong, Rabu malam (12/6).
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Massa penentang aturan ekstradisi berkumpul di belakang barikade di dekat kantor Dewan Legislatif di Hong Kong, Rabu malam (12/6).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG-- Beberapa taipan Hong Kong mulai memindahkan aset pribadi mereka ke luar negeri. Mereka khawatir dengan rencana pemerintah kota yang mengizinkan tersangka yang menghadapi pengadilan di Cina untuk diekstradisi.

Hal ini diungkapkan penasihat keuangan, bankir dan pengacara yang terlibat dengan pemindahan aset tersebut. Salah penasihat keuangan mengatakan kliennya yang merasa berpotensi akan terdampak pada rencana undang-undang ekstradisi telah memindahkan 100 juta dolar AS dari Citibank setempat ke Citibank Singapura.

Baca Juga

"Sudah dimulai, kami mendengar yang lain juga melakukannya, tapi tidak ada yang berparade mereka akan pergi, yang dikhawatirkan adalah larangan datang tepat ketika Beijing dapat mengakses aset Anda di Hong Kong, Singapura menjadi destinasi favorit," kata penasihat keuangan tersebut kepada Kantor Berita Reuters, Sabtu (15/6).

Hong Kong dan Singapura bersaing ketat untuk menjadi pusat keuangan di Asia. Berdasarkan laporan  Credit Suisse tahun 2018 kekayaan yang dimiliki taipan Hong Kong sampai sekarang membuat kota itu menjadi basis kekayaan swasta, kekayaan 853 individu bernilai lebih dari 100 juta dolar. Dua kali lipat dibandingkan Singapura.

Undang-undang ekstradisi akan berlaku bagi warga Hong Kong dan Cina yang tinggal atau berkunjung ke kota itu. Undang-undang itu memicu kemarahan warga karena dikhawatirkan akan mengancam supremasi hukum yang telah menopang status keuangan internasional Hong Kong. 

Pemimpin kota Hong Kong Carrie Lam yang didukung Beijing mendukung undang-undang itu. Ia mengatakan peraturan ini diperlukan untuk menutupi lubang yang dapat membuat penjahat yang diincar Cina menggunakan Hong Kong sebagai tempat aman. Ia berjanji pengadilan akan melindungi hak asasi manusia buronan.

Unjuk rasa dan kekerasan memaksa debat legislatif tentang undang-undang ini yang dijadwalkan pada hari Rabu (12/6) ditunda. Belum diketahui apakah legislatif akan meloloskan undang-undang tersebut atau tidak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement