Selasa 25 Jun 2019 21:38 WIB

Amerika Bakal Salip Cina sebagai Pasar Ritel Terbesar Dunia

Penjualan otomotif yang melambat kini menjadi hambatan utama bagi ekonomi Cina.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Penjaga menunggu pembeli di salah satu ritel penjualan pakaian di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Senin (14/12).
Foto: Republika/ Wihdan
Penjaga menunggu pembeli di salah satu ritel penjualan pakaian di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Senin (14/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Tingkat penjualan ritel di China tahun ini diperkirakan akan mengalami perlambatan pertumbuhan dari yang diproyeksikan semula. Menurut peneliti pasar eMarketer, posisi Negeri Tirai Bambu sebagai pasar ritel terbesar di dunia ini akan tergeser oleh Amerika Serikat. Pergantian posisi ini setidaknya akan berlangsung hingga 2021.

Dilansir di Reuters, Selasa (25/6), kondisi ini seiring dengan perang dagang antar kedua negara yang berdampak pada permintaan di kawasan Asia. Ditambah dengan pasar mobil domestik Cina yang melambat. Saat ini, diketahui Cina memiliki 21,1 persen pangsa ritel dunia, sementara Amerika 21,9 persen.

Baca Juga

eMarketer menyebutkan, penjualan ritel di Cina diperkirakan akan tumbuh 3,5 persen dengan nilai 5,29 triliun dolar AS pada tahun ini. Nilai tersebut jauh lebih rendah dibanding dengan perkiraan sebelumnya, yaitu pasar ritel Cina dapat tumbuh hingga 7,5 persen, menyentuh angka 5,64 triliun dolar AS.

Di sisi lain, pertumbuhan ritel Amerika tahun ini diproyeksikan mencapai 3,0 persen atau senilai 5,47 triliun. Meski angka tersebut juga turun dari proyeksi semula di kuartal pertama, yaitu 3,2 persen, nilainya tetap lebih tinggi dibandingkan Cina.

Tapi, Cina tetap memiliki peluang untuk merebut kembali posisinya. Seperti disebutkan dalam survei eMarketer, apbila kondisi iklim ekonomi terus berlanjut seperti saat ini, penjualan ritel di Cina akan melebihi Amerika pada 2021 dengan selisih 93 miliar dolar AS.

Direktur Proyeksi eMarketer Monica Peart menuturkan, gejolak pada hubungan dagang antara Cina dengan Amerika kini menjadi perhatian lebih bagi Cina. Sebab, permintaan domestik berdampak pada salah satu sektor terbesar negara tersebut, yakni otomotif.

"Sektor lain seperti manufaktur dan konstruksi masih menunjukkan pertumbuhan kuat," tuturnya.

Tapi, Peart menambahkan, dengan tantangan yang ada saat ini, penjualan ritel hina memang harus terus berjuang. Khususnya, dalam membantu negara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nasional dari 6,0 persen menjadi 6,5 persen pada tahun ini.

Penjualan otomotif yang melambat kini menjadi hambatan utama bagi ekonomi Cina. Industri otomotif, yang mencakup suku cadang, mewakili sekitar 14 persen dari penjualan ritel Cina. Penjualan mobil domestik tercatat melambat sejak keringanan pada pajak konsumen mulai dihilangkan pada tahun lalu. Terlebih, pasar utama suku cadang Cina adalah Amerika yang kini menjadi ‘rival’ dagang.

Sementara itu, eMarketer memproyeksikan, pertumbuhan niaga elektronik (e-commerce) di Cina tidak akan berubah secara umum. Penjualan ritel online mereka akan tumbuh 27,3 persen menjadi 1,93 triliun dolar AS pada 2019.

Sejauh ini, Cina tercatat sebagai pasar niaga elektronik terbesar di dunia, tiga kali lebi besar dari ukuran pasar di Amerika. Cina memiliki 54,7 persen pangsa penjualan niaga elektronik di dunia, sedangkan Amerika hanya 16,6 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement