Selasa 28 May 2019 10:47 WIB

Rusia Peringatkan Dampak Peningkatan Militer AS di Timteng

Presiden AS Donald Trump akan mengirim 1.500 tentara tambahan ke Timteng.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov berbicara saat konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Venezuela Jorge Arreaza di Moskow, Rusia, Ahad (5/5).
Foto: AP Photo/Alexander Zemlianichenko
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov berbicara saat konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Venezuela Jorge Arreaza di Moskow, Rusia, Ahad (5/5).

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, Senin (27/5), kemungkinan peningkatan keberadaan militer Amerika Serikat di Timur Tengah bisa menimbulkan risiko-risiko baru. Peringatan itu dikeluarkan Lavrov saat mengomentari niat Presiden AS Donald Trump mengirim 1.500 tentara tambahan ke kawasan itu.

"Menyangkut keputusan Presiden Trump untuk mengirimkan 1.500 tentara menambah pasukan yang sudah ditempatkan di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, jadi seperti yang kita tahu, pada saat keberadaan militer kemungkinan ditingkatkan, risiko juga akan meningkat. Saya sangat berharap pendapat yang bijaksana dari berbagai pihak di Washington, termasuk dari para mantan pemimpin militer, politikus, diplomat yang terhormat akan didengar bahwa perang terhadap Iran adalah pemikiran yang ceroboh," kata Lavrov kepada para wartawan.

Baca Juga

Trump sebelumnya mengatakan AS akan mengirim 1.500 tentara tambahan ke Timur Tengah dalam rangka melindungi pasukan AS, yang terlebih dahulu ditempatkan di kawasan tersebut. Iran mencela langkah itu dan menyebutnya sebagai ancaman terhadap perdamaian internasional.

Pengerahan tambahan itu akan termasuk pesawat pengintai, jet tempur, petugas teknik dan 600 personel batalion pertahanan peluru kendali Patriot di Timur Tengah. Pentagon, markas Departemen Pertahanan AS, memutuskan pengerahan tambahan itu dengan alasan ada serangkaian serangan kecil pada Mei, yang diduga dilancarkan oleh pasukan Iran, yaitu Korps Garda Revolusi Iran, serta pasukan-pasukan suruhan.

Teheran membantah keras dugaan terlibat. Saat menanggapi langkah terbaru AS untuk meningkatkan kekuatan militer di kawasan Timur Tengah, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif pada Ahad (26/5) mengatakan negaranya akan mempertahankan diri dari upaya-upaya perang.

Hubungan AS dengan Iran menjadi tegang pada 2018 ketika Presiden Trump menarik Amerika Serikat dari kesepakatan nuklir Iran, yang ditandatangani AS pada masa kepemimpinan Presiden Barack Obama, dan pemerintahan Trump kemudian menerapkan sanksi-sanksi baru terhadap Teheran.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement