Rabu 15 Aug 2018 14:44 WIB

Turki: Jika Ingin Dihormati, AS Harus Tunjukkan Rasa Hormat

Menlu Turki menilai perselisihan dengan AS harus diselesaikan lewat dialog.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu saat berbicara di Konferensi Keamanan di Muenchen, Jerman, Ahad (19/2).
Foto: Matthias Balk/dpa via AP
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu saat berbicara di Konferensi Keamanan di Muenchen, Jerman, Ahad (19/2).

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, perselisihan negaranya dengan Amerika Serikat (AS) perlu segera diselesaikan melalui dialog. Saat ini kedua negara tengah mengalami krisis diplomatik dan terlibat perang ekonomi.

"Penting untuk kembali ke dialog untuk menyelesaikan masalah. Ancaman dan tekanan dari AS penuh dengan kekacauan," kata Cavusoglu ketika menggelar konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada Selasa (14/8) seperti dikutip laman kantor berita Rusia TASS.

Ia mengatakan, selain Turki, AS sangat berpotensi menjatuhkan sanksi kepada negara-negara Eropa. Menurutnya, tindakan semacam itu tak membuat AS kian disegani. Justru sebaliknya, negara-negara yang dikenakan sanksi tidak akan menaruh hormat kepada Washington.

"Jika AS ingin dihormati di arena global, mereka harus menunjukkan rasa hormat terhadap kepentingan negara lain," ujar Cavusoglu.

Hubungan antara Turki dan AS menegang setelah Presiden AS Donald Trump memutuskan menaikkan bea masuk atas impor aluminium dan baja dari Turki menjadi 20-50 persen masing-masing. Langkah itu menyebabkan nilai mata uang Turki kolaps dan terpuruk.

Baca juga, Trump Ancam Sanksi Berat Turki.

Merespons hal itu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan akan memboikot semua produk atau barang elektronik asal AS, termasuk iPhone, ponsel pintar milik perusahaan teknologi raksasa, Apple. Turki pun akan menaikkan bea masuk untuk produk AS lainnya, seperti mobil, minuman beralkohol, dan produk tembakau.

Ketegangan antara Ankara dan Washington juga dipicu kasus penahanan seorang pastor AS oleh Turki, yakni Andrew Brunson. Ia dituding terlibat gerakan makar dan subversif terhadap pemerintahan Erdogan dua tahun lalu, tepatnya ketika upaya kudeta yang gagal.

AS telah lama menyeru Turki agar melepaskan warganya itu. Namun Turki menolak. Belakangan Pemerintah AS mengancam bahwa Turki akan menerima lebih banyak tekanan ekonomi jika tetap enggan membebaskan Brunson.

"Presiden (Trump) 100 berkomitmen untuk membawa pastor Brunson pulang, dan jika kami tidak melihat tindakan dalam beberapa hari atau pekan berikutnya, mungkin ada tindakan lebih lanjut yang akan diambil," ungkap seorang pejabat Gedung Putih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement