Kamis 13 Sep 2018 16:35 WIB

Uni Eropa Perpanjang Sanksi untuk Rusia

Uni Eropa jatuhkan sanksi yang menarget sektor keuangan, energi, dan pertahanan Rusia

Red: Nur Aini
Bendera Uni Eropa.
Foto: EPA/Patrick Seeger
Bendera Uni Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS – Uni Eropa telah memperpanjang sanksi terhadap Rusia terkait perannya dalam krisis Ukraina. Sanksi yang seharusnya berakhir pada 15 September 2018, diperpanjang hingga Maret 2019.

“Dewan (Uni Eropa) telah memperpanjang langkah-langkah ketat atas tindakan merongrong atas mengancam integritas teritorial, kedaulatan, dan kemerdekaan Ukraina selama enam bulan, hingga 15 Maret 2019,” kata layanan pers Dewan Uni Eropa dalam sebuah pernyataan pada Kamis (13/9), dikutip laman kantor berita Rusia TASS.

Menurut pernyataan tersebut, tindakan hukum terhadap Rusia diadopsi Dewan Uni Eropa melalui prosedur tertulis. “Mereka akan tersedia di Jurnal Resmi Uni Eropa pada 14 September 2018,” kata layanan pers Dewan Uni Eropa.

Perpanjangan sanksi itu akan berlaku atau diterapkan pada 155 orang dan 44 entitas Rusia. Namun tak diterangkan secara terperinci perihal siapa atau pihak mana saja yang terdampak sanksi.

Wakil permanen 28 negara Uni Eropa telah mengambil keputusan untuk memperpanjang sanksi terhadap Rusia pada 5 September lalu. Kala itu, para wakil permanen sepakat memperpanjang sanksi hingga 31 Januari 2019. Sanksi tersebut akan menargetkan sektor keuangan, energi, dan pertahanan Rusia. Lima lembaga keuangan besar Rusia pun akan dibatasi akses ke pasar modal primer dan sekunder Uni Eropa.

Sanksi ekonomi terhadap Rusia pertama kali diterapkan pada 31 Juli 2014. Sanksi kemudian diperkuat pada September 2014. Adapun alasan penjatuhan sanksi yakni karena tindakan Rusia yang mendestabilisasi situasi di Ukraina.

Uni Eropa juga menilai Rusia tak melaksanakan Perjanjian Minsk. Perjanjian tersebut ditandatangani pada 12 Februari 2015. Perjanjian itu tidak hanya melibatkan Ukraina dan Rusia, tapi juga Jerman serta Prancis. Salah satu isi dari perjanjian tersebut adalah dilaksanakannya gencatan senjata penuh di timur Ukraina, terutama di Donbass.

Konflik bersenjata di Donbass telah berlangsung sejak Maret 2014, tepatnya ketika kelompok anti-pemerintah berhasil memaksa mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych turun takhta. Dalam demonstrasi yang merebak di sana, terdapat pula kelompok separatis pro-Rusia. Kelompok tersebut belakangan terlibat konfrontasi senjata dengan tentara pemerintah Ukraina. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement