Rabu 19 Sep 2018 11:09 WIB

Harun Yahya Disebut Kerap Menyiksa Wanita Pengikutnya

Arca Pars, Kitten senior pengikut Adnan Oktar, setuju bekerja sama dengan jaksa.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Adnan Oktar atau juga dikenal Harun Yahya.
Foto: Twitter
Adnan Oktar atau juga dikenal Harun Yahya.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Arca Pars, seorang wanita yang digambarkan oleh media Turki sebagai 'kitten' senior televangelist kontroversial Adnan Oktar, setuju bekerja sama dengan jaksa. 'Kitten' merupakan sebutan bagi wanita-wanita pengikut Adnan Oktar dalam program televisinya.

Media lokal melaporkan Oktar atas tuduhan tidak manusiawi. Pars yang telah menjadi pengikut Oktar selama 30 tahun menjadi informan dalam laporan ini.

Pars mengaku menyaksikan aksi kekerasan oleh televangelist yang dulu akrab dipanggil Harun Yahya itu sebanyak ratusan kali.

Baca juga, Harun Yahya Gabungkan Penari Perut dan Dialog Agama.

Oktar menyelenggarakan program talk show di saluran televisinya, A9. Ia kerap mendiskusikan nilai-nilai Islam dan kadang menari dengan wanita muda yang ia sebut 'Kitten' sambil bernyanyi dengan pria muda yang juga ia sebut sebagai 'singa'-nya.

"Kami 30 'Kitten'. Dia akan memilih satu untuk dikalahkan. Televangelist tidak hanya dengan menampar mereka, tetapi dia menyeret perempuan di sekitar dan menggunting rambut mereka," kata Pars kepada jaksa, seperti dilansir Hurriyet Daily, kemarin.

Pars menggambarkan karya Oktar sebagai penyimpangan yang disamarkan dengan dalih agama. Agama itu hanya bungkus. Menurut Pars, dia ingin semua wanita menatapnya seolah-olah mereka jatuh cinta padanya. Jika mereka gagal melakukannya dengan benar, dia akan menghentikan siaran langsung untuk istirahat dan menyiksa wanita-wanitanya untuk menghukumnya.

"Ketika gadis-gadis itu mulai menangis kesakitan, dia akan mengatakan mereka menangis karena mereka sangat mencintainya," ujar Pars.

Adnan Oktar ditahan bulan lalu atas 30 tuduhan, termasuk mendirikan organisasi kriminal, pelecehan seksual anak, penculikan, melanggar hukum pajak, dan melanggar undang-undang antiterorisme.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement