Rabu 19 Sep 2018 16:32 WIB

Beri Jabatan Mantan Kepala Intelijen, Merkel Tuai Kritikan

Hans Georg Maaben menjadi sosok kontroversial.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Angela Merkel
Foto: EPA-EFE/NDR/Wolfgang Borrs
Angela Merkel

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kanselir Jerman Angela Merkel dikritik setelah mengangkat mantan kepala intelijen kontroversial menjadi pejabat publik. Kepala Intelijen Hans Georg Maaben dicopot dari jabatannya tapi ia langsung dipindahkan ke Kementerian Dalam Negeri.

Maaben menuai kontroversi setelah mempertanyakan laporan tentang serangan kelompok sayap kanan yang melukai imigran secara acak. Kepada media massa Jerman Bild, Maaben mengatakan badan intelijennya tidak memiliki bukti pemburuan imigran tersebut.

"Tidak ada yang mendapat keuntungan dari keputusan ini kecuali, Pak Maaben sendiri, yang mendapatkan tambahan gaji 300 ribu euro," kata Ketua Partai Hijau Anton Hofreiter, yang juga oposisi Markel, seperti dilansir dari Euro News, Rabu (19/9).

Sepanjang bulan September kelompok sayap kanan menggelar demonstrasi di sebelah timur kota Cheminitz. Demonstrasi tersebut sebagai bentuk protes mereka setelah seorang laki-laki Jerman asli dibunuh oleh imigran dalam suatu perkelahian.

Dalam demontrasi itu kelompok sayap kanan dilaporkan menyerang dan melukai imigran yang tidak bersalah. Pernyataan Maaben itu membuat ia dicopot dari jabatannya tapi setelah itu ia menjadi Kepala Deputi Kementerian Dalam Negeri.

Kebijakan imigrasi Merkel yang membuka keran imigran pada 2015 lalu dihujani kritik dari berbagai arah. Termasuk Ketua Partai Kristen Sosial (CSU) Horst Seehofer dan juga Maaben sendiri. Maaben akan berkerja bersama Seehofer dalam membuat kebijakan imigrasi di Kementerian Dalam Negeri Jerman.

Keputusan masuknya Maaben ke Kementerian Dalam Negeri berasal dari keputusan bersama partai koalisi Markel yakni CSU dan Partai Sosial Demokratik. Keputusan itu juga dikritik oleh ketua partai oposisi lainnya Partai Demokrasi Bebas Christian Lindner.

"Apa yang terjadi sekarang adalah solusi palsu yang menunjukan satu hal; partai koalisi (pemerintah) tidak memiliki batas dan tidak mampu melakukan tindakan konsisten," kata Lindner.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement