Selasa 29 Jan 2019 00:30 WIB

Uni Eropa: Iran Kemungkinan Perluas Spionase Siber

Uni Eropa sebut Cina, Rusia, dan Iran adalah tiga aktor siber paling aktif.

Keamanan Siber. Ilustrasi
Foto: Reuters
Keamanan Siber. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Badan keamanan digital Uni Eropa (EU) mengatakan Iran kemungkinan akan memperluas spionase sibernya saat hubungan dengan negara-negara kuat Barat memburuk. Para peretas Iran mendalangi sejumlah serangan dunia maya dan upaya disinformasi daring dalam beberapa tahun terakhir saat negara itu mencoba memperkuat pengaruh mereka di Timur Tengah dan wilayah di luar kawasan itu, menurut Laporan Khusus Reuters November lalu.

Bulan ini, EU menerapkan sanksi pertamanya terhadap Iran sejak negara-negara kuat dunia menyepakati perjanjian nuklir 2015 dengan Teheran, sebagai respons atas uji coba rudal balistik dan sejumlah rencana pembunuhan di tanah Eropa. "Sanksi yang baru diterapkan terhadap Iran kemungkinan akan mendorong negara itu meningkatkan aktivitas ancaman siber yang didukung negara untuk mengejar tujuan strategis dan geopolitiknya di tingkat kawasan," kata Lembaga Kemanan Jaringan dan Informasi Uni Eropa (ENISA) dalam sebuah laporan.

Seorang pejabat senior Iran membantah laporan itu dan mengatakan itu semua adalah bagian dari perang psikologi yang diluncurkan Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya terhadap Iran. ENISA mengelompokkan para peretas yang didukung negara sebagai ancaman tertinggi terhadap keamanan digital blok itu.

Badan EU itu mengatakan Cina, Rusia, dan Iran adalah tiga aktor siber paling aktif dan mampu yang terkait dengan spionase ekonomi. Iran, Rusia, dan Cina berulang kali membantah tuduhan AS bahwa pemerintah mereka melakukan serangan siber.

Virus komputer seperti Stuxnet, yang pernah digunakan menyerang fasilitas pengayaan uranium di situs nuklir bawah tanah Natanz di Iran satu dasawarsa lalu, diyakini secara luas telah dikembangkan oleh AS dan Israel. Pada Maret 2018, Washington menerapkan sanksi terhadap sejumlah warga Iran karena meretas atas nama pemerintah Iran. Kementerian Luar Negeri Iran dalam tanggapannya menyebut AS bertindak provokatif, tidak berdasarkan hukum, dan tanpa alasan yang dapat dibenarkan.

Pada November tahun yang sama, AS menuduh dua warga Iran meluncurkan serangan siber besar menggunakan virus jenis ransomware yang disebut SamSam. AS juga menjatuhkan sanksi terhadap dua orang lainnya yang membantu menukarkan pembayaran tebusan dari mata uang digital Bitcoin ke rial Iran. Pergerakan dunia maya diperkirakan meningkat dalam beberapa bulan ke depan, terlebih bila Iran gagal mempertahankan komitmen kesepakatan nuklir 2015.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement