Selasa 19 Mar 2019 09:47 WIB

Pesan Damai Farhid Ahmed untuk Teroris Christchurch

Pelaku penembakan di masjid Selandia Baru akan menghadapi banyak dakwaan.

Anggota masyarakat berduka di sebuah memorial bunga di dekat Masjid Al Noor di Deans Rd di Christchurch, Selandia Baru, 16 Maret 2019.
Foto: EPA-EFE/Mick Tsikas
Anggota masyarakat berduka di sebuah memorial bunga di dekat Masjid Al Noor di Deans Rd di Christchurch, Selandia Baru, 16 Maret 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang Muslim berkursi roda yang selamat dari pembantaian di masjid An-Nur Christchurch, namun istrinya menjadi korban tewas, memberikan pesan damai kepada pelaku. Ia  mengaku ingin bertemu dengan pelaku dan tak ingin membalas dengan rasa kebencian. 

Sebanyak 50 orang tewas dalam serangan di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, pada Jumat (15/2). Seorang pria bersenjata menerobos masuk, dan memberondong para korban dengan peluru saat jamaah sedang shalat Jumat.

Baca Juga

"Saya ingin menyampaikan pesan kepada orang yang telah melakukan ini, atau jika ia memiliki teman yang juga berpikir seperti ini: 'Saya masih menyayangimu'," ujar pria yang berusia 59 tahun, Farhid Ahmed saat melakukan wawancara dengan Reuters di kediamannya

"Saya tidak sependapat dengan apa yang telah Anda perbuat. Anda mengambil keputusan yang salah, petunjuk yang keliru, tetapi saya ingin percaya pada Anda, bahwa Anda memiliki potensi kebaikan di dalam hati Anda," katanya menabh

Pelaku diketahui bernama Brenton Tarrant (28 tahun), warga Australia. Pelaku merupakan pengikut gerakan supremasi kulit putih. Pada Sabtu, ia didakwa dengan pasal pembunuhan.

Pria yang berusia 28 tahun itu dijebloskan ke penjara tanpa pembelaan dan kembali menjalani sidang pada 5 April mendatang. Polisi berpendapat bahwa Tarrant, mungkim alam menghadapi banyak tuduhan.

Ahmed, yang menggunakan kursi roda sehabis ditabrak mobil, berada di Masjid An-Nur saat pelaku menerobos masuk. Ia shalat di tempat yang tidak biasanya yakni di ruang depan dengan seorang temannya.

"Pada saat itu saya menyadari dua hal. Pertama, itu jelas suara tembakan dan yang kedua ini hari terakhir saya," katanya.

Karena situasi saat itu, dengan kursi roda, tidak mungkin untuk keluar dari masjid. Namun pelaku tidak masuk ke ruangan yang ia tempati dan Ahmed berhasil melarikan diri ke parkiran, tempat ia menyaksikan langsung pembantaian dari balik mobil.

Para jamaah yang mencoba melarikan diri berteriak dan bergegas ke luar.  Saat mereka datang, mereka panik. Banyak orang berlumuran darah dan tertatih-tatih,

Saat pelaku meninggalkan masjid untuk melanjutkan aksinya di masjid lain, Ahmed kembali masuk ke dalam masjid. "Tidak dapat dipercaya, sisi di sebelah kanan saya, tempat biasanya saya shalat, banyak sekali mayat," katanya

Banyak jamaah yang terluka berteriak. Ia menenangkan mereka sampai polisi datang, yang kemudian membawanya keluar dari masjid.

"Pada saat itu saya tidak tahu bahwa jasad istri saya berada di gerbang lain.  Sejak penembakan itu, kebingungan menjadi hal yang biasa, saat kota tersebut memahami skala tragedi itu," ujarnya.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement