Rabu 03 Apr 2019 12:45 WIB

May: Inggris Kembali Perpanjang Tenggat Waktu Brexit

Inggris dijadwalkan keluar dari Uni Eropa pada 12 April.

Rep: Lintar Satria/ Red: Indira Rezkisari
Perdana Menteri Inggris Theresa May.
Foto: AP
Perdana Menteri Inggris Theresa May.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Di saat Inggris berkejaran dengan waktu menghindari Brexit yang berantakan, Perdana Menteri Theresa May mengambil langkah untuk menjauh dari jurang kehancuran. Ia mengatakan akan kembali mengajukan perpanjangan waktu dan menggelar pembicaraan dengan oposisi untuk mencari jalan tengah.

Hal ini May umumkan setelah ketua negosiator Uni Eropa memperingatkan Brexit yang kacau dan mahal akan terjadi. Kecuali jika pemerintah Inggris dapat menyelesaikan kebuntuan dengan parlemen.

Baca Juga

Setelah berulang kali gagal mendapat dukungan dari Parlemen kini May mengatakan negaranya membutuhnya 'persatuan nasional untuk mewujudkan kepentingan nasional'. Parlemen Inggris sudah tiga kali menolak kesepakatan yang diajukan May.

May mengatakan Inggris membutuhkan perpanjangan waktu lagi. Saat ini Inggris dijadwalkan akan keluar dari Uni Eropa pada tanggal 12 April. Ia juga menawarkan ketua oposisi dari Partai Buruh Jeremy Corbyn untuk menggelar pertemuan demi mencari solusi yang tepat.

"Perdebatan ini, perpecahan ini, tidak bisa dibawa lebih lama lagi," kata May dalam pidatonya yang disiarkan televisi, Rabu (3/4).

Presiden Dewan Uni Eropa Donald Tusk menyambut perubahan May ini dengan hati-hati. "Bahkan, setelah hari ini, kami tidak tahu hasilnya akan seperti apa, mari bersabar," katanya di media sosial Twitter.

Tusk mengisyaratkan Uni Eropa akan menunggu dengan sabar apa rencana Inggris berikutnya. Sebelumnya negosiator Uni Eropa Michael Barnier memberikan penilaian suram atas situasi Inggris.

"Seperti yang terlihat sekarang, opsi tanpa kesepakatan atau no-deal sepertinya akan terjadi, saya harus mengatakan yang sebenarnya kepada Anda," kata Barnier di Brussels.

Tapi Barnier mengatakan Uni Eropa tetap berharap 'no-deal' Brexit dapat dihindari. Menurutnya Brexit dapat terhindari dari 'no-deal' dengan syarat mereka dapat memecahkan kebuntuan sebelum pertemuan Uni Eropa yang dijadwalkan 10 April.

Para pemimpin 27 negara anggota Uni Eropa sudah memberikan waktu sampai 12 April untuk Inggris. Apakah mereka meninggalkan blok tersebut atau mengajukan rencana baru.

Setelah dua hari menggelar pemungutan suara badan legislatif Inggris House of Commons juga gagal menemukan titik temu dalam perancangan rencana alternatif. May mengeluarkan pernyataan ini setelah melakukan rapat kabinet selama tujuh jam.

Kabinetnya sendiri terpecah menjadi dua kelompok. Yaitu kelompok 'soft-Brexit' yang ingin tetap memiliki hubungan dekat dengan Uni Eropa dan kelompok pro-Brexit yang melihat 'no-deal' lebih baik daripada berkompromi dengan oposisi.

Kata-kata May mengindikasi ia ingin menghindari kemungkinan 'no-deal'. Tapi juga tidak akan menyerah untuk terus mendorong kesepakatan yang ia ajukan.

Rencana May adalah mendapatkan dukungan lintas-partai lalu mengikat kesepakatannya secara hukum. Kesepakatan May berisi tentang penjabaran syarat keluarnya Inggris dan Uni Eropa.

Jika ia dan Corbyn gagal mencapai kesepakatan, May mengatakan Parlemen dapat melakukan pemungutan suara dan pemerintah terikat atas hasilnya. Ini pertama kalinya May berkomitmen untuk mengikuti instruksi legislator.

May tidak menjabarkan perpanjangan waktu yang akan ia minta ke Uni Eropa. Walaupun ia berharap Inggris dapat meloloskan kesepakatan pada tanggal 22 Mei. Agar Inggris tidak perlu mengikut pemilihan parlemen Uni Eropa.

Corbyn mengatakan ia akan 'sangat senang' dapat duduk bersama dengan May. Walaupun, tambah Corbyn, sejauh ini May tidak mengindikasi ia bersedia untuk berkompromi. Corbyn menambahkan partainya akan memberikan syarat-syarat Brexit kepada May.

Antara lain tetap mempertahankan hubungan perekonomian yang baik dengan Uni Eropa melalui bea cukai, menjaga standar lingkungan yang tinggi dan melindungi hak pekerja. Langkah May yang ingin berkompromi dengan oposisi membuat politisi pro-Brexit marah. Mereka ingin Inggris sepenuhnya memotong hubungan dengan Uni Eropa agar negara itu dapat memiliki kebijakan ekonomi yang mandiri.

"Saya pikir orang-orang akan merasakan perubahan yang sedikit," kata mantan Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson yang sangat pro-Brexit.

Tapi kata-kata May membuat lega politikus dan pengusaha yang khawatir Brexit terjadi tanpa kesepakatan. Karena jika 'no-deal' terjadi maka proses perdagangan dan perjalanan ke Eropa akan menjadi rumit. Pos-pos perbatasan dan regulasi baru akan dibuat. Para pengusaha sudah lama memperingatkan bahaya 'no-deal' bagi Inggris.

"No-deal Brexit akan menjadi bencana bagi industri otomotif Inggris," kata Ketua Dewan Ford Eropa Steven Armstrong.  

Pelaksana Tugas Direktur Jendral kelompok bisnis Institute of Directors Edwinm Morgan menyabut baik pernyataan May. Walaupun ia mengakui masih banyak halangan yang akan menyertainya.

"Kami mendesak para ketua oposisi untuk bekerja sama dengan perdana menteri untuk menemukan solusi, kedua belah pihak harus memainkan bolanya," kata Morgan.

Krisis politik Inggris dan kegagalan May mendapat dukung parlemen menggusarkan pemimpin-pemimpin Uni Eropa. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan jika politisi Inggris tidak dapat sepakat untuk melangkah maju maka 'secara de facto mereka memilih no-deal'.

"Kami tidak bisa menghindari kegagalan untuk mereka," kata Macron sebelum bertemu dengan Perdana Menteri Irlandia Leo Varadkar, dikutip dari AP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement