Senin 08 Apr 2019 13:18 WIB

Rusia Kecam AS Soal Dataran Tinggi Golan dan Yerusalem

Donald Trump secara resmi mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Tank-tank Israel dalam posisi menghadap sebuah desa Suriah dari Dataran Tinggi Golan yang dicaplok Israel.
Foto: Reuters/Avihu Shapira
Tank-tank Israel dalam posisi menghadap sebuah desa Suriah dari Dataran Tinggi Golan yang dicaplok Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengecam pengakuan Amerika Serikat (AS) soal kedaulatan Israel di Yerusalem dan Dataran Tinggi Golan Suriah di sela kunjungannya ke Amman, Yordania, Ahad (7/4) waktu setempat.

"Kami mengutuk keputusan tidak sah AS mengenai Golan dan Yerusalem," kata Lavrov saat konferensi pers bersama dengan rekannya dari Yordania, Ayman Safadi di ibu kota Amman seperti dilansir Anadolu Agency, Senin (8/4).

Baca Juga

Bulan lalu, Presiden AS Donald Trump secara resmi mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel, yang diduduki Israel pada tahun 1967. Langkah itu dilakukan setelah Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada akhir 2017 dan memindahkan kedutaan negaranya dari Tel Aviv ke Yerusalem tahun lalu. Langkah Trump pun memicu kemarahan dunia.

Yerusalem menjadi jantung dari konflik Timur Tengah yang telah berlangsung puluhan tahun. Warga Palestina berharap bahwa Yerusalem Timur (yang diduduki oleh Israel sejak 1967) suatu saat nanti dapat berfungsi sebagai ibu kota negara Palestina.

"Kami telah membahas penyelesaian politik Timur Tengah dan kami prihatin dengan apa yang terjadi di wilayah Palestina," kata Lavrov.

Diplomat top itu melanjutkan, untuk menegaskan dukungan Moskow untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel berdasarkan solusi dua negara. Menurutnya upaya lain tidak akan membuahkan hasil yang baik selain dari solusi dua negara.

photo

"Kami tidak memiliki informasi tentang rencana AS mencapai penyelesaian damai antara Palestina dan Israel, tetapi spekulasi memicu keprihatinan mendalam," kata Lavrov.

Kendati demikian, ketentuan rencana perdamaian AS tetap dinilai tidak jelas. Namun, menurut spekulasi, pengungsi Palestina akan diminta untuk menyerahkan hak mereka kembali ke Palestina, di mana mereka didorong pada 1948 untuk memberi jalan bagi negara baru Israel.

Menteri luar negeri Yordania mengatakan, terdapat dialog Rusia-Yordania yang berkelanjutan mengenai krisis Suriah. Kedua negara bekerja sama dalam kerangka kerja masyarakat internasional untuk mencapai solusi politik.

Ditanya apakah Yordania membahas 'kesepakatan abad ini' dengan para pejabat AS, Safadi mengatakan, sama halnya seperti Larov, yakni belum mengetahui detailnya. "Kami tidak tahu apa yang akan dikatakan AS tentang hal itu," ujarnya.

"Satu-satunya solusi untuk perjuangan Palestina-Israel adalah mengakhiri pendudukan (Israel)," kata Safadi. Dalam kunjungganya ke Amman, Lavrov dijadwalkan untuk bertemu Raja Yordania Abdullah II.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement