Rabu 24 Apr 2019 14:54 WIB

Kim Jong-Un Lintasi Perbatasan ke Rusia dengan Kereta

Putin dapat mengusulkan dimulainya kembali perundingan denuklirisasi enam pihak.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Budi Raharjo
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un tiba di Stasiun Kereta Khasan di kawasan Primorye, Rusia, Rabu (24/4).
Foto: Primorsky Regional Administration Press Service via AP
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un tiba di Stasiun Kereta Khasan di kawasan Primorye, Rusia, Rabu (24/4).

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un melintasi perbatasan ke Rusia dengan kereta api, Rabu (24/4). Ini menjadi perjalanan pertamanya ke Rusia yang bertujuan untuk menggalang dukungan dari Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Diplomat Rusia, Kremlin Yuri Ushakov mengatakan, kebuntuan nuklir dengan Amerika Serikat (AS) menjadi agenda utama. "Dalam beberapa bulan terakhir situasi di sekitar semenanjung telah sedikit stabil, sebagian besar berkat inisiatif Korut untuk menghentikan pengujian roket dan menutup lokasi uji nuklirnya," kata Ushakov.

Kim akan bertemu dengan Putin di pelabuhan Vladivostok, Rusia Pasifik, Kamis (25/4). Ia akan mencari bantuan dari sekutu untuk meredakan tekanan ekonomi yang diberikan oleh AS, dan sanksi internasional. "Rusia bermaksud membantu dengan cara apa pun untuk memperkuat tren positif itu," ujar Ushakov.

Kantor berita RIA menyatakan, setelah tiba dengan kereta api lapis baja di stasiun perbatasan Rusia Khasan, Kim langsung disambut. Ia diberikan bunga, dan hadiah tradisional berupa roti, serta garam.

Dia kemudian melakukan tur ke Rumah Persahabatan Rusia-Korea yang berlokasi di stasiun itu. Tempat itu dibangun sebelum kunjungan pada 1986 oleh kakeknya, dan pendiri negara, serta pemimpin Kim Il Sung.

Kantor berita resmi Korut, KCNA melaporkan, Kim berangkat ke Rusia disertai oleh para pejabat negara lainnya. Termasuk diantaranya, Menteri Luar Negeri Ri Yong-ho dan perunding nuklir veteran, Choe Son-Hui.

Kim berusaha untuk menggalang dukungan dari Moskow setelah pertemuan keduanya dengan Presiden AS, Donald Trump di Vietnam pada Februari mengalami kegagalan. Ini terjadi atas perbedaan tentang tuntutan Pyongyang untuk melakukan denuklirisasi, dan bagi Washington dalam menjatuhkan sanksi.

Kim berharap mendapatkan penghentian dari sanksi melalui pertemuan puncaknya yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Putin. Akan tetapi para analis menyebut ini akan lebih sulit.

NHK Jepang melaporkan, Putin dapat mengusulkan dimulainya kembali perundingan denuklirisasi enam pihak. Ini melibatkan AS, Cina, Rusia, Jepang dan Korea  yang terakhir diadakan pada 2008 lalu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement