Rabu 30 May 2018 09:33 WIB

AS akan Lanjutkan Operasi di Laut Cina Selatan

ini adalah upaya terbaru AS untuk melawan upaya Beijing batasi kebebasan navigasi

Rep: Marniati/ Red: Bilal Ramadhan
Laut Cina Selatan
Foto: timegenie.com
Laut Cina Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Jim Mattis mengatakan AS akan terus melanjutkan operasi di Laut Cina Selatan. AS menilai konfrontasi yang ia lakukan karena militerisasi Cina di Laut Cina Selatan.

Operasi, yang dikenal sebagai "freedom of navigation" ini adalah upaya terbaru AS untuk melawan upaya Beijing yang membatasi kebebasan navigasi di perairan strategis. Padahal di wilayah itu, Cina, Jepang dan beberapa angkatan laut Asia Tenggara beroperasi.

"Anda akan melihat hanya ada satu negara yang tampaknya mengambil langkah aktif untuk menolak Cina atau menyatakan kebencian mereka kepada Cina. Tetapi itu adalah perairan internasional dan banyak negara ingin kebebasan navigasi," kata Mattis kepada wartawan.

Pada Ahad, Reuters melaporkan dua kapal perang Angkatan Laut AS berlayar di dekat pulau Laut Cina Selatan yang diklaim oleh Cina. Ini terjadi justru saat Presiden Donald Trump ingin bekerja sama dengan Cina soal Korea Utara.

Cina menyatakan kemarahannya atas tindakan AS ini. Cina telah mengirim kapal dan pesawat untuk memperingatkan kapal perang AS agar meninggalkan wilayah itu. Menurut Pentagon, latihan ini telah direncanakan berbulan-bulan sebelumnya.

Para ahli mengatakan operasi ini memiliki sedikit dampak pada perilaku Cina dan sebagian besar hanya bersifat simbolik. Pejabat Pentagon telah lama mengeluh atas tindakan Cina di Laut Cina Selatan.

Menurut Pentagon, Cina tidak berterus terang tentang pembangunan militernya yang cepat dan menggunakan pulau Laut Cina Selatan untuk mengumpulkan intelijen. Foto-foto satelit terbaru menunjukkan bahwa Cina telah menggunakan rudal permukaan-ke-udara yang dipasang di truk atau rudal jelajah anti kapal di Woody Island.

Awal bulan ini, angkatan udara Cina mendaratkan bomber di pulau-pulau yang disengketakan dan terumbu karang di Laut Cina Selatan. Ini sebagai bagian dari latihan di wilayah tersebut.

"Ketika mereka (Cina) melakukan hal-hal yang tidak jelas bagi kita semua, maka kita tidak bisa bekerja sama di daerah-daerah yang seharusnya kita kerjakan," kata Mattis.

Mattis mengatakan para diplomat AS terlibat dalam masalah ini. Dia mengaku kekhawatiran tentang tindakan Cina bukan hanya berasal dari dalam pemerintah AS, tetapi juga dari sekutu regional.

Mattis akan membahas masalah ini saat melakukan perjalanan ke Singapura untuk menghadiri konferensi Shangri-la akhir pekan ini. Cina mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan, yang menghasikkan sekitar lima triliun dolar AS setiap tahun. Wilayah ini juga diperebutkan oleh Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement