Ahad 10 Jun 2018 03:16 WIB

Shisha, Pelarian Stres Anak Muda Suriah

Popularitas sisha di kalangan pemuda di ibu kota Suriah telah berkembang sejak perang

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Israr Itah
Seorang pria memegang pipa shisha (ilustrasi).
Foto: EPA/ALI ABBAS
Seorang pria memegang pipa shisha (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Perang saudara selama tujuh tahun yang telah menyebabkan negara mereka hancur berimbas bagi para pemuda di Damaskus, ibu kota Suriah. Duka hadir, suka cita pergi. Tak banyak cara yang bisa kita pikirkan untuk mereka mendapatkan kebahagiaan di tengah kondisi negara yang tercabik-cabik.

Namun, dengan sekitar 400 ribu orang tewas dalam konflik dan jutaan orang yang terlantar, orang-orang Suriah yang lebih muda di Damaskus beralih ke ritual berabad-abad lalu untuk membantu mereka melupakan tekanan: merokok shisha.

Pipa shisha - pipa air yang digunakan untuk menghisap tembakau beraroma - memiliki sejarah panjang di Timur Tengah. Popularitas shisha di kalangan pemuda di ibu kota Suriah telah berkembang sejak perang yang dimulai pada 2011. 

Baca juga: Mahathir Isyaratkan Bisa Pimpin Malaysia Lebih dari 2 Tahun

Di kafe, restoran dan kolam renang, pria dan wanita muda dapat terlihat berkerumun di sekitar pipa di tengah kepulan asap, mengobrol atau hilang dalam pikiran mereka sendiri. Bahkan orang tua ikut melakukan kebiasaan itu untuk melupakan kesengsaraan mereka.

Damaskus relatif tidak tersentuh oleh kekerasan di tempat lain di negara itu, tetapi perang masih memangsa pikiran orang-orang. Merokok dengan pipa shisha adalah salah satu dari beberapa cara bagi orang-orang untuk mengurangi ketegangan dan kebosanan yang datang karena tinggal di kota yang sebagian besar terputus dari bagian negara lainnya. Merokok sisha ini juga dikenal sebagai hookah atau argileh.

"Tidak banyak yang harus dilakukan di Damaskus sekarang, karena kami terjebak di dalam kota. Saya pertama kali mencoba hookah pada tahun 2012 dan sekarang saya tidak bisa membayangkan keluar tanpa bau asapnya," kata Malak, yang berusia 22 tahun bersama teman-teman di kafe Bima Enno di Kota Tua, dilansir dari Arab News, Ahad (10/6).

Pada 2016, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak para pejabat Suriah untuk mengendalikan konsumsi tembakau dan shisha, khususnya di kalangan remaja.

Pada acara untuk memperingati Hari Tanpa Tembakau Dunia pada tahun yang sama, Elizabeth Hoff, perwakilan WHO untuk Suriah, memperingatkan bahwa merokok shisha 20 kali lebih berbahaya daripada merokok. Namun, peringatannya tampaknya tidak diperhatikan.

Marwa Al-Naal tinggal di Damaskus sampai tahun lalu, ketika dia pindah ke Boston di AS. Dia mengatakan bahwa dia menjadi ketagihan merokok shisha sebagai akibat dari perang saudara di Suriah.

"Argileh dikonsumsi di Damaskus dengan harga yang sangat tinggi. Saya bahkan telah melihat wanita hamil dan anak-anak berumur 10 tahun merokok. Ini telah menjadi pasar yang sangat besar, dengan banyak gaya dan rasa baru untuk menarik publik," kata dia, 

Pipa gelembung air dapat ditemukan di spa, pemandian umum dan taman, serta di area tempat duduk di luar kafe dan restoran. Ini dilarang hanya di pusat perbelanjaan dan di dalam kafe, di mana mereka dianggap berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran.

Marah Al-Saleh, seorang psikolog yang berbasis di Damaskus, mengatakan bahwa konflik di Suriah telah menyebabkan orang-orang menderita secara psikologis. 

"Merokok hookah digunakan sebagai cara untuk melampiaskan, dan mengurangi kecemasan dan stres. Tetapi pada saat yang sama orang cenderung merokok karena tekanan teman sebaya dan kebutuhan untuk mengikuti tren sosial terbaru. Bukti terbesar dari ini adalah anak di bawah umur yang kita lihat merokok di tempat umum dalam upaya untuk meniru orang dewasa," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement