Sabtu 01 Dec 2012 22:03 WIB

Rusia: Barat Dorong Demokrasi dengan Darah dan Besi

Menlu Rusia, Sergei Lavrov berbicara dalam konferensi pers di KTT APEC, Vladivostok, Rusia.
Foto: AP
Menlu Rusia, Sergei Lavrov berbicara dalam konferensi pers di KTT APEC, Vladivostok, Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Sabtu, menuduh negara Barat berusaha memajukan demokrasi di luar negeri melalui besi dan darah, dan mempertahankan penolakan Moskow untuk bergabung dengan negara yang berusaha mengusir Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Lavrov, yang mengumandangkan komentar yang dikeluarkan oleh Presiden Vladimir Putin, mengeluarkan pernyataan bernada pedas dalam pertemuan dewan kebijakan pertahanan dan luar negeri selama dua hari sebelum Presiden Rusia Putin pergi ke Turki, tempat perang di Suriah diperkirakan mendominasi pembicaraan.

"Rusia tidak menentang pengaruh Barat atau menghalangi proyek yang digagas Barat," kata Lavrov, menurut kantor berita resmi Rusia, Itar-Tass.

"Faktanya ialah, memajukan demokrasi melalui besi dan darah tak berhasil, dan ini telah jelas dalam beberapa bulan --satu-setengah tahun belakangan," kata Lavrov sebagaimana dikutip Reuters, Sabtu malam.

Ia menambahkan "dalam kebanyakan kasus itu malah menghasilkan reaksi yang bertentangan" dan mengarah kepada "makin kuatnya kaum fanatik dan kekuatan penindas, menurunkan kesempatan bagi perubahan demokratis nyata".

Moskow menyatakan negara Barat dan Teluk mendorong gerilyawan yang berusaha menggulingkan Bashar, sementara Amerika Serikat dan Eropa menuduh Kremlin melindungi Presiden Suriah selama 20 bulan pertumpahan darah.

Rusia menyatakan perginya Bashar dari kekuasaan tak bisa dipaksakan dari luar dan telah menyampaikan keprihatinan bahwa kaum fanatik dapat meraih keuntungan di Suriah dan negara lain setelah aksi perlawanan Arab Spring, sehingga lebih merusak kestabilan wilayah tersebut.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Gennady Gatilov, dalam satu pertemuan dengan Wakil Menteri Luar Negeri Suriah Faisal Mekdad, mengatakan situasi telah bertambah buruk "akibat peningkatan tajam kegiatan organisasi teror", termasuk Alqaidah.

Menurut Kementerian Luar Negeri Rusia, Gatilov juga menyampaikan kembali keprihatinan Rusia bahwa konflik tersebut "telah dengan jelas mengincar unsur antar-agama".

Rusia telah membanta Moskow memperkuat Bashar tapi menyatakan Rusia takkan membuarkan terulangnya apa yang terjadi tahun lalu di Libya.

NATO, katanya, melangkahi batas mandat Dewan Keamanan PBB lewat campur-tangan "untuk melindungi warga sipil dalam tekadnya untuk membantu gerilyawan menggulingkan Muammar Gaddafi".

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement