Selasa 12 Mar 2013 15:52 WIB

Falkland Tetap Bersama Inggris

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Nidia Zuraya
Pulau Falkland yang dipersengketakan Inggris dan Argentina. Argentina menyebut pulau itu, Pulau Malvinas
Pulau Falkland yang dipersengketakan Inggris dan Argentina. Argentina menyebut pulau itu, Pulau Malvinas

REPUBLIKA.CO.ID, STANLEY -- Masyarakat di Kepulauan Falkland memilih untuk tetap berada di Kedaulatan Inggris. Hasil referendum yang diselenggarakan baru-baru ini menyebutkan suara mutlak pemilih menolak bergabung bersama Argentina.

''Ini adalah prinsip dasar dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk menentukan dan memenuhi hak kami,'' Kata Gubernur Kepulauan Falkland, Nigel Haywood, seperti dilansir BBC News, Selasa (12/3).

Menurutnya, hasil tersebut adalah ekspresi tegas dari masyarakatnya. Kepulauan Falkland adalah satu-satunya wilayah luar teritori Kerajaan Inggris yang menyatakan diri bergabung dan berdaulat kepada Inggris. Kepulauan tersebut berada di gugusan selatan di Samudera Atlantik, sekira 500 kilo meter dari daratan Amerika Selatan.

Pulau seluas tidak kurang dari 12 ribu kilo meter persegi ini, menjadi wilayah rebutan antara Argentina dan Inggris. Argentina mengklaim pulau berpenghuni itu bagian dari wilayahnya. Pemerintah di Buenos Aires menyebut kawasan tersebut sebagai Kepulauan Malvinas.

Perang Falkland antara keduanya juga pernah terjadi pada 1982. Klaim Argentina didasarkan pada sejarah dan jarak teritori. Kepulan tersebut berada lebih dari 8.000 kilo mter dari Ibu Kota London. Referendum menjadi jalan menentukan kepemilikan kepulauan itu setelah 31 tahun berpotensi mengundang sengketa wilayah.

Reuters mengatakan dari 1.672 pemegang hak suara di Kepulauan Falkland, hanya tiga suara yang menghendaki bergabung bersama Argentina. Sementara 1.517 suara tetap mempertahankan status politik, dan menghendaki tetap berada di kedaulatan wilayah Inggris.

Menteri Luar Negeri William Hague menanggapi hasil tersebut sebagai jawaban atas perdebatan dan masa depan orang-orang di Falkland. ''Kita harus percaya ini adalah kehendak rakyat sendiri. Dan kita (Inggris) terus mengembangkan ekonomi mereka,'' ujar Hague.

Akan tetapi bagi Argentina, hasil referendum adalah tinju besar yang mengenai wajah Presiden Christina Fernandez de Kirchner. Menurut presiden, kepimilikan Inggris atas kawasan kaya minyak migas itu adalah tidak relevan dengan melihat teritorial.

Hasil referendum juga menjadi pemberitaan besar dan menimbulkan sentimen nasionalisme di Argentina. Media-media besar seperti Bueno Aires Herald mengatakan dalam editorialnya sebagai kelemahan pemerintah. Orang-orang Argentina terlanjur mengklaim Malvinas adalah wilayah mereka sejak 1833 saat merdeka dari Spanyol.

Duta Besar Argentia di London, Alicia Castro mempertanyakan hasil referendum yang dinilainya tidak patut. Castro menegaskan Pemerintahan di London tidak dapat menghindari desakan PBB dialog atas kepemilikan Malvinas. ''Referendum cacat hukum.'' Kata dia seperti dilansir the Guardian, Selasa (12/3).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement