Ahad 17 Nov 2013 18:50 WIB

Xinjiang Kembali Rusuh, 11 Tewas

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Nidia Zuraya
Muslim di Xinjiang, Cina
Foto: Youtube
Muslim di Xinjiang, Cina

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah daerah Xinjiang menyatakan sekelompok orang menyerang kantor polisi. Kekerasan yang kesekian kali terjadi ini menyebabkan 11 orang tewas, termasuk polisi dan pelaku penyerangan.

Berdasarkan pernyataan pemerintah Xinjiang, para pelaku yang menggunakan pisau dan kapak melakukan serangan di kantor polisi di Bachu County, Serikbuya, Ahad (17/11). Bentrokan pun tak terhindarkan sehingga membuat sembilan pelaku yang menyerang kantor polisi tewas. Sedangkan dua korban lainnya adalah polisi tambahan. Pemerintah Xinjiang juga melaporkan dua polisi mengalami luka-luka.

Kekerasan ini bukan pertama kalinya terjadi di wilayah tersebut tahun ini. Sebelumnya pemerintah Cina selalu menyalahkan warga keturunan Uighur terhadap beberapa bentrokan mematikan di Xinjiang. Cina juga menuduh kelompok radikal asal Xinjiang yang berusaha menyerang dengan menggunakan mobil di Lapangan Tiananmen. Mereka juga menuduh kelompok Muslim Uighur bersekutu dengan Alqaeda.

Aktivis Uighur dilain pihak mengatakan diskriminasi ekonomi, sosial, pembatasan dan budaya menyebabkan keputusasaan. Sehingga menyebabkan kemarahan warga Uighur. China Daily, Ahad (17/11), melaporkan polisi menembak mati sembilan pelaku di tempat. Salah satu pelaku memiliki nama khas Uighur, yaitu Abula Ahat.

Surat kabar juga menyebutkan pelaku penyerangan kantor polisi adalah tersangka penyerang di bulan April. Ketika itu polisi disebut menemukan perilaku mencurigakan di sebuah wilayah. Polisi dan petugas pemerintah menggerebek rumah dan menyebabkan terjadi bentrokan. Ketika itu disebut 15 orang dari dinas keamanan tewas dan enam warga Xinjiang tewas.

Xinjiang adalah wilayah Cina yang berbatasan dengan Afghanistan, Pakistan dan Asia Tengah lainnya. Selama ini 9 juta warga Uighur yang mendominasi Xinjiang mengeluhkan tindakan diskriminatif pemerintah Cina. Berbagai kebijakan disebut lebih menguntungkan warga etnis Han.

Di sisi lain, pemerintah Beijing membantah telah menjalankan kebijakan diskiriminatif. Beijing menyebut memperlakukan minoritas secara adil. Cina juga menghabiskan miliaran dolar untuk mengembangkan dan meningkatkan standar hidup Xinjiang.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement