Selasa 29 Apr 2014 14:59 WIB

Presiden Cina Sebut Xinjiang Wilayah Ekstremisme

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bilal Ramadhan
Sebuah mobil terbakar dalam sebuah bentrokan di Xinjiang, Cina.
Foto: nytimes.com
Sebuah mobil terbakar dalam sebuah bentrokan di Xinjiang, Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Dalam kunjungannya ke wilayah Xinjiang barat, Presiden Xi Jinping meminta para kepolisian bersiap siaga melawan tindakan terorisme. Pasalnya, kaum minoritas Muslim di Xinjiang tengah dituduh melancarkan aksi kampanye kekerasan.

Saat berpidato memberikan peringatan terhadap ancaman keamanan setelah rangkaian serangan terjadi, Xi pun menaikkan nada bicaranya. "Wilayah Kashgar adalah wilayah terdepan anti-terorisme dan menjaga ketertiban sosial," tulis kantor berita Xinhua seperti mengutip pidato Xi di depan para kepolisian di Kashgar, Xinjiang barat.

"Anda harus memiliki cara yang paling efektik untuk melawan kejahatan teroris," jelas Xi di kantor polisi. Ia pun menegaskan agar para kepolisian lebih bekerja keras mengatasi kejahatan saat perdamaian tercapai, dan menghindari pertumpahan darah saat perang terjadi. 

Kunjungan Xi ini merupakan lawatan pertama di wilayah itu sejak partai penguasa, Partai Komunis, menggelar pertemuan tertutup pada November terkait ancaman asing dan dalam negeri. Dilansir dari Xinhua, Xi juga telah berjanji untuk menindak tegas aksi terorisme dan upaya pemisahan diri guna menjaga keamanan nasional.

Xi yang menyebut aksi terorisme merupakan musuh rakyat Cina ini, mendesak perbaikan sistem kontra-terorisme dan kemampuan masyarakat melawan terorisme. "Kita harus membuat para teroris menjadi seperti tikus dijalanan dan semua orang berteriak kalahkan mereka," kata Xi. 

Menurutnya tindakan para teroris yang melakukan kekerasan telah mengabaikan hak-hak dasar manusia. Ia pun mendesak semua daerah agar bersama-sama menjaga keamanan dan stabilitas nasional. Pemerintah Cina menyalahkan kekerasan yang terjadi kepada militan dan separatis Islam dari kelompok Uighur, kelompok yang ingin memisahkan diri dan membangun Turkestan Timur.

Namun, menurut advokasi hak asasi manusia, peraturan Cina yang sangat ketat menginjak-injak bahasa dan budaya Uighur. Uighur merupakan kelompok Muslim berbahasa Turki. Kebanyakan dari mereka menuntut perbaikan perlakuan pemerintah terhadap budaya dan agama mereka.

Banyak warga Uighur mengeluhkan tidak mendapatkan peluang yang sama dalam bidang perekonomian ditengah-tengah masuknya warga Cina Han ke dalam wilayah tersebut. Xi pun meminta semua etnis bersatu dan mendorong para siswa untuk mempelajari bahasa Cina dan Uighur.

"Belajar dua bahasa tidak hanya akan mempermudah mencari pekerjaan, itu juga akan berkontribusi dalam mempromosikan kebersatuan etnis," kata Xi.

Sementara itu, kerusuhan di Xinjiang telah menewaskan lebih dari 100 orang pada tahun lalu. Peristiwa ini membuat pemerintah semakin memberikan perlawanan terhadap Muslim Uighur. Insiden terakhir yakni penusukan di salah satu stasiun di Kunming pada Maret lalu yang menewaskan 29 orang dan melukai 140 orang lainnya. Pelaku penyerangan yang membawa pisau tersebut merupakan militan Xinjiang.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement