Jumat 12 Sep 2014 10:13 WIB

Otonomi MInoritas Muslim Bakal Jadi UU Baru di Filipina

Rep: c91/ Red: Bilal Ramadhan
Muslim Filipina (ilustrasi).
Foto: cryptome.org
Muslim Filipina (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MINDANAO-- Presiden Filipina Benigno Aquino mengirimkan usulan undang-undang kepada parlemen, pada Rabu, (10/9). Usulan itu tentang, memberi otonomi kepada minoritas Muslim, sebagai usaha mengakhiri pemberontakan.

Aquino bersama Moro Islamic Liberation Front (MILF) telah mencapai kesepakatan, setelah perundingan penuh ketegangan selama berbulan-bulan, terkait landasan hukum otoritas pemerintahan Muslim di Filipina bagian selatan, Mindanao. Pengajuan ke kongres itu dilihat sebagai hal signifikan karena berarti pemerintah peduli dengan umat Islam di negaranya.

“Kami sudah mencapai langkah selanjutnya menuju Mindanao yang lebih damai dan progresif,” kata Aquino setelah memberikan usulan undang-undang baru itu kepada para pemimpin kongres, seperti dikutip DW DE, Jumat, (12/9).

Ia mengatakan, dengan diterimanya aturan yang ia usulkan itu, maka secepatnya akan memungkinkan para pemimpin MILF memerintah di wilayah yang luasnya hampir sepersepuluh daratan Filipina. Aquino pun menjelaskan, langkah ini bisa memperbaiki kehidupan jutaan umat Islam Filipina yang termasuk diantara penduduk termiskin di Filipina.

Mayoritas warga Filipina merupakan penganut Katolik. Total populasinya mencapai 100 juta jiwa. Berdasarkan jadwal pakta perdamaian, aturan itu diharapkan dapat diloloskan parlemen sebelum akhir tahun, agar bisa memberi Aquino waktu untuk menempatkan pemerintah daerah sebelum enam tahun masa jabatannya berakhir pada pertengahan 2016.

Setelah undang-undang baru tersebut diloloskan, warga setempat harus memberikan persetujuan lewat referendum yang dijadwalkan berlangsung tahun depan. Perjanjian ini secara terpisah diserukan kepada MILF agar melucuti senjata di bawah pengawasan internasional.

Presiden Senat Franklin Drilon dan Senator dari kelompok oposisi Ferdinand Marcos Jnr. mengungkapkan, undang-undang mendapat dukungan luas, meski mereka memperingatkan, mungkin tak akan ada cukup waktu untuk meloloskan undang-undang baru tahun ini.

Perlawanan kelompok Muslim di wilayah selatan telah berlangsung lebih dari 40 tahun pada masa kepresidenan Ferdinand Marcos Snr. Dan telah merenggut nyawa puluhan ribu jiwa. “Ini merupakan sebuah kesempatan bagi kita untuk menemukan perdamaian yang abadi dan sesungguhnya. Tidak ada, sejauh yang saya tahu, ingin menyia-nyiakan kesempatan ini,” ujar Marcos.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement