Selasa 23 Sep 2014 16:29 WIB

Profesor Uighur Pecinta Damai Dihukum Seumur Hidup

Rep: Gita Amanda/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
ilham tohti dan keluarga
Foto: dunyabulteni.net
ilham tohti dan keluarga

REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG -- Profesor ekonomi dari etnis Uighur dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Melalui komentar di situsnya, Tohti dituduh berupaya memecah belah Cina.

Dilansir dari South China Morning Post, Ilham Tohti, seorang profesor ekonomi di Universitas Minzu Cina dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh Pengadilan Rakyat Tingkat Menengah Urumuqi di Xinjiang, Selasa (23/9) pagi. Pengadilan juga memerintahkan untuk menyita semua harta Tohti.

Tohti dituduh mempromosikan kemerdekaan Uighur dalam situs berbahasa Cina, Uighurbiz.net. Di situs tersebut ia menyerukan penyesuaian kebijakan Cina di wilayah tersebut.

Ia juga terkenal kerap mengkritik tindakan keras polisi di Xinjiang, mengeluhkan kebijakan hukuman terlalu radikal untuk Uighur dan meyakinkan bahwa pertempuran bukan antara Cina dan teroris, tapi Cina dengan Islam. Sementara itu, menyerukan kemerdekaan di Cina merupakan tindakan ilegal dan diancam hukuman berat.

Tohti membantah keras tuduhan separatisme dalam persidangan yang digelar selama dua hari. Dalam sebuah pernyataan, Tohti menyatakan mencintai negaranya.

Ia juga mengatakan, pendapat tersebut untuk kepentingan Uighur yang lebih baik dan tetap berada di Cina.Setelah putusan diumumkan, salah satu pengacara Tohti Liu Xioayuan mengatakan kliennya tak akan menerima keputusan tersebut. Tohti kata Liu, akan mengajukan banding.

Pengacara lainnya Li Fangping mengatakan pada BBC Cina, Tohti tak akan marah atau balas dendam. "Tak peduli apakah dia di penjara atau bebas, ia tetap mendukung dialog antara Uighur dan Cina," katanya.

Persidangan Tohti menarik keprihatinan atas pelanggaran hukum dan hak asasi manusia. Direktur Pemantau Hak Asasi Manusia Cina Sophie Richardson mengatakan, Tohti secara konsisten telah berani dan tegas menganjurkan dialog damai antara berbagai komunitas yang lebih besar dengan negaranya.

"Jika ini didefinisikan Beijing sebagai kegiatan separatis, sulit untuk melihat ketegangan di Xinjiang dan antara masyarakat menurun," kata Sophie.

Kelompok Amnesti Internasional menyebut vonis pada Tohti, 'menyedihkan'. Mereka menyatakan, putusan tersebut merupakan penghinaan terhadap keadilan.

"Tim pengacaranya tak bisa mengakses bukti dan tak dapat menemui Tohti selama enam bulan. Salah satu pengacara Tohti juga dipaksa untuk berhenti dari kasus dan mendapat tekanan politik," kata kelompok itu.

Tohti yang menyangkal tuduhan terhadap dirinya telah ditahan sejak Januari. Baik PBB, Uni Eropa maupun Amerika Serikat telah menyerukan pembebasan Tohti.

Tohti ditahan setelah mengkritik respon keras Beijing atas serangan bom mobil bunuh diri di dekat lapangan Tiananmen. Pemerintah menuduh serangan dilakukan oleh Uighur dari Xinjiang.

Putusan yang dijatuhkan pada Tohti diumumkan di tengah melonjaknya kekerasan anti-pemerintah di wilayah barat jauh Xinjiang. Selama ini Xinjiang merupakan rumah bagi minoritas Muslim etnis Uighur.

Dalam aksi kekerasan terbaru, serangkaian ledakan terjadi di tiga lokasi di Luntai, Ahad (21/9) sore. Sedikitnya dua orang tewas dan beberapa lainnya luka-luka akibat serangan tersebut

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement