Senin 03 Nov 2014 11:27 WIB

Arsitektur Baru Kebijakan Energi (3)

Rep: Elba Damhuri/ Red: Mansyur Faqih
Kilang minyak Iran.
Foto: Reuters
Kilang minyak Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dari data OPEC, pada setiap tahun kebutuhan energi dunia termasuk minyak dan gas terus meningkat. Pada tahun ini saja, kebutuhan minyak dunia mencapai 80-90 juta bph. 

OPEC hanya mampu memasok 30 juta bph dari total kebutuhan dunia itu. Sisanya diproduksi negara-negara seperti Rusia, Meksiko, dan lain-lainnya. 

Kondisi politik yang buruk di sejumlah wilayah, kata OPEC, ikut memperburuk perdagangan minyak global Terlihat dari naik-turunnya harga minyak secara tidak rasional dalam beberapa kesempatan.

Subsidi bahan bakar minyak pada level internasional pun memprihatinkan. Subsidi bahan bakar minyak berdasarkan selisih biaya produksi dan harga jual pada 2013 mencapai 480 miliar dolar AS atau 0,70 persen PDB global dan 2,1 dari persen pendapatan global. 

Untuk subsidi bahan bakar minyak dengan memperhitungan pajak terhadap produk BBM seperti pajak pada barang-barang lain sebesar 1,90 triliun dolar AS atau 2,70 persen PDB global dan 8,1 persen dari pendapatan global.

Kedua, arsitektur energi harus menjamin keamanan dan ketersediaan energi dengan benar. Suplai energi di beberapa negara menjadi persoalan serius mengingat ketidakstabilan politik dan keamanan yang buruk. Sisi keamanan energi ini pun, menurut Bocca, termasuk masalah harga energi yang harus stabil dan tidak mendistrosi pasar.

Distribusi energi yang buruk akan menyebabkan fluktuasinya harga energi. Ketika sistem dan perdagangan energi global terintegrasi antarnegara, fluktuasi ini akan ikut memberikan guncangan keras terhadap ketahanan energi negara-negara lain. Negara-negara yang tergantung pada impor minyak dan menetapkan kebijakan subsidi BBM tinggi akan terkena konflik ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement