Sabtu 04 Apr 2015 21:20 WIB

Minta Dukungan, Parlemen Malaysia Ungkap Kekejaman Terhadap TKI

Rep: C82/ Red: Ilham
Pemerintah Malaysia mndeportasi TKI ke Nunukan, Kalimantan Utara, Jumat (13/2).
Foto: Antara
Pemerintah Malaysia mndeportasi TKI ke Nunukan, Kalimantan Utara, Jumat (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota parlemen Malaysia yang juga Wakil Presiden Partai Keadilan Rakyat, Tian Chua mengatakan, saat ini seluruh negara ASEAN menghadapi masalah demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM). Hal tersebut disampaikan saat berkunjung ke Sekretariat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama dua putri tokoh oposisi Malaysia Anwar Ibrahim, Nurul Izzah dan Nurul Iman hari ini.

Malaysia yang dianggap maju dari segi ekonomi, lanjut Tian, masih memiliki kekurangan dari sisi demokrasi dan HAM dibanding Indonesia. Dia pun mengungkap bagaiman perlakuan rezim kekuasaan di Malaysia terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

"Rakyat Indonesia bisa tahu kekurangan di Malaysia mengenai HAM dan demokrasi. Misalnya, TKI yang ditangkap karena majikannya menganiaya. Tidak ada perlindungan yang cukup," kata Tian di Sekretariat KontraS, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (4/4).

Tian menilai, meski masih ada kekurangan, namun Indonesia adalah negara yang paling maju dan bebas dalam hal demokrasi dan HAM di ASEAN. Oleh karena itu, ia bersama dua putri Anwar Ibrahim bertemu dengan sejumlah pihak di Indonesia, seperti aktivis dari beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Jakarta untuk meminta dukungan atas perjuangan mereka demi kemajuan demokrasi di Malaysia.

"Jadi kita harap Indonesia pimpin arus ini, terus perjuangkan. Kami butuh concern untuk sama-sama kita perjuangkan agar Malaysia bebas dari sistem yang hampir 50 tahun tidak ada pergantian pemerintah," ujarnya.

Ia menjelaskan, berbagai hal yang terjadi beberapa waktu terakhir menunjukkan kebebasan berpendapat di Malaysia semakin terancam. Bukan hanya anggota parlemen dari koalisi oposisi yang ditangkap karena dianggap berseberangan dengan pemerintah, namun kartunis yang melukis tentang politik, aktivis, mahasiswa dan akademisi juga ikut dipenjara karena bersuara.

Ia pun menyebutkan pentingnya peran Indonesia dan negara ASEAN lain dalam membantu tercapainya demokrasi yang hakiki di Malaysia.

"Jadi bagi ASEAN selain merundingkan perjanjian untuk memajukan ekonomi kita, juga butuh satu instrumen atau persetujuan di kalangan pemerintah untuk menghormati basic HAM," kata Tian.

"Ini pentingnya masyarakat sipil bergabung untuk bicarakan prinsip bersama yang akan menyatukan kita tentang HAM dan demokrasi," ujarnya lagi.

Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting mengatakan, isu HAM dan kebebasan bukan semata isu dalam negeri Malaysia. Kedua hal tersebut, lanjut Miko, adalah isu global yang harus diperjuangkan bersama."Ini adalah solidaritas negara ASEAN agar negara yang belum demokratis bisa untuk segera demokratis," ujar Miko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement