Selasa 21 Jul 2015 18:47 WIB

TKW di Hongkong Kekurangan Tenaga Dai

Rep: c38/ Red: Damanhuri Zuhri
Para TKI di Hongkong
Foto: Dompet Dhuafa
Para TKI di Hongkong

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Lawatan Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI), Athian Ali membawa kisah-kisah mengharukan seputar kehidupan tenaka kerja wanita (TKW) di Hongkong.

Ada yang terjebak di dunia malam, ada yang menjadi lesbian, meski tak sedikit yang meningkat semangat keislamannya. Terlepas dari semua kondisi tersebut, Athian Ali menekankan kurangnya tenaga dai di Hongkong.

“TKW yang taat keislamannya, mereka ada kelompok-kelompok pengajian. Itu cukup banyak jumlahnya,” kata Athian kepada Republika, Senin (20/7).

Athian menuturkan, lewat kelompok pengajian itu para TKW berbagi seputar kehidupan pribadi dan pekerjaan mereka. Ustaz-ustaz yang datang dari Indonesia biasanya akan dikelilingkan untuk bertemu dengan kelompok-kelompok pengajian tersebut. Termasuk, para ustaz diminta memberi taushiyah pada TKW yang berada di penjara.

Menurut Athian, selama ada ustaz yang bersedia, untuk menjangkau majelis-majelis taklim ini tidak ada masalah. Lain halnya dengan pembinaan untuk TKW yang terjerat dalam LBGT atau pelacuran. Athian mengatakan agak sulit menjangkau mereka lantaran para TKW ini tidak begitu mudah dikumpulkan.

Ketua FUUI ini menekankan perlu ada sedikit perhatian khusus terkait nasib TKW yang sudah menjadi lesbian dan wanita tuna susila. Pasalnya, jumlah tersebut semakin banyak di Hongkong. Menurut dia, pihak Konjen sudah sering mengajak diskusi, tapi kapasitas mereka pun terbatas untuk memikirkan 170 ribu TKW dengan beragam permasalahan.

Masalah lain, kata dia, kesempatan untuk bisa berkumpul paling hanya hari-hari tertentu ketika para TKW libur dari kerja. Kebanyakan, para TKW baru bisa berkumpul antara Sabtu atau Minggu kalau majikan yang bersangkutan tidak ada keperluan.

Sebagian yang lain seringkali susah mendapat izin dari majikan. “Sebenarnya ustaz di sana sangat kurang untuk bisa menjangkau sekian banyak TKW,” kata Athian.

Ia menilai perlunya pengiriman dai dari Indonesia ke Hongkong, dengan catatan dai-dai itu sudah dibekali kurikulum yang memadai. Athian mengusulkan adanya kerjasama antara pihak Konjen dan pemerintah untuk mengadakan semacam pembinaan, yang menghadirkan psikolog dan ulama.

“Saya kira kalau mereka dibina juga bisa disadarkan bahwa langkah mereka sangat salah. Kalau tidak, saya khawatir makin tahun makin membengkak jumlahnya,” kata dia merujuk peningkatan jumlah lesbi di kalangan TKW.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement