Ahad 13 Dec 2015 03:30 WIB

Presiden Gambia Deklarasikan Negara Republik Islam

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Angga Indrawan
Presiden Gambia Alhaji Yahya Jammeh
Foto: AP
Presiden Gambia Alhaji Yahya Jammeh

REPUBLIKA.CO.ID, BANJUL -- Presiden Gambia, Yahya Jammeh, mendeklarasikan negaranya sebagai negara republik Islam. Sebelumnya, negara di Afrika Barat itu dikenal sebagai negara sekuler. Pernyataan ini dibuat Yahya saat melakukan kunjungan politik ke wilayah pedesaan nelayan di Brufut, 15 km dari Ibukota Gambia, Banjul.

Selain lantaran mayoritas penduduk Gambia memeluk agama Islam, Yahya menjelaskan, deklarasi ini sebagai bentuk upaya untuk sepenuhnya lepas dari warisan-warisan kolonial. "Sejalan dengan identitas dan nilai-nilai keagamaan yang ada di negara ini, saya nyatakan, Gambia menjadi negara Islam," kata Yahya seperti dikutip Al Jazeera, Sabtu (12/12) waktu setempat.  

Memang, sekitar 90 persen warga Gambia, atau sekitar 1,8 juta orang, adalah pemeluk agama Islam. Gambia melepaskan diri dari penjajahan Inggris pada 1965. Pada 2013 silam, Yahya juga memutuskan untuk keluar sepenuhnya sebagai negara anggota persemakmuran Britania Raya.

"Karena mayoritas penduduk di negara ini adalah Muslim, Gambia tidak bisa lagi melanjutkan warisan-warisan kolonial," kata Yahya, yang mulai menjabat sebagai Presiden Gambia pada 1994 tersebut.

Kendati mendeklarasikan Gambia sebagai negara republik Islam, namun Yahya memastikan, pemerintahannya akan tetap menghormati hak-hak beragama minoritas. Yahya pun menjamin komunitas Nasrani, yang berjumlah sekitar delapan persen dari total jumlah populasi, dapat dengan bebas melakukan peribadatan.

"Kami akan menjadi negara Islam, yang menghormati semua hak warga negara dan bukan warga negara," kata Yahya.

Kendati begitu, Kepala Majelis Tinggi Islam Gambia, Imam Momodou Lamin Touray, mengaku belum mendapatkan keputusan resmi terkait deklarasi Gambia sebagai negara republik Islam tersebut. Pun dengan pembicaraan secara khusus dengan Presiden Gambia tersebut. Sementara anggota dari Partai Rekonsiliasi Nasional, Hamat Bah, mengkritik keras pernyataan Yahya tersebut. Menurutnya, berdasarkan konstitusi, Gambia masih menjadi negara sekuler.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement