Kamis 21 Apr 2016 20:03 WIB

Presiden Afsel: Tak Ditemukan Bukti Korupsi dalam Perjanjian Senjata

Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma
Foto: Reuters
Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma mengatakan penyelidikan atas perjanjian pembelian senjata, yang diatur pemerintah pada akhir 1990-an, tidak menemukan bukti korupsi atau penyelewengan seperti yang dituduhkan penentangnya.

Perjanjian senilai 30 miliar rand (lebih dari 21 triliun rupiah) untuk membeli peralatan militer Eropa itu membayangi politik di negara paling maju di Afrika tersebut selama bertahun-tahun. Zuma adalah wakil presiden saat perjanjian tersebut dibuat.

"Tidak ada bukti yang ditemukan oleh penyelidik independen Komisi," kata Zuma dalam pidatonya yang disiarkan televisi, Kamis (21/4).

Mantan penasihat ekonominya, Schabir Shaik, dinyatakan bersalah dan dipenjara pada 2005 karena mencoba meminta suap untuk Zuma sebanyak 500 ribu rand per tahun dari sebuah perusahaan senjata Prancis. Mantan presiden Thabo Mbeki memecat Zuma sebagai wakilnya setelah ia juga dilibatkan dalam perjanjian itu.

Zuma diduga menawarkan perlindungan untuk perusahaan Prancis itu dari penyelidikan atas perjanjian jual beli senjata Afrika Selatan yang dilakukan pada akhir 1990-an. Zuma kemudian menyingkirkan Mbeki dan meraih kepemimpinan di ANC. Pada 2009, sebulan setelah penuntut menghentikan penyelidikan atas lebih dari 700 dakwaan penyelewengan, korupsi dan pemerasan terkait perjanjian pembelian senjata itu, Zuma memenangi pemilihan presiden.

Pada 2011, ia menunjuk sebuah komisi untuk menyelidiki perjanjian tersebut. Pada Kamis, Zuma mengatakan, penyelidikan yang memakan waktu empat tahun itu tidak menemukan bukti penyuapan, korupsi, dan penyelewengan dalam pemilihan pemenang tender untuk memasok senjata atau pembayaran suap kepada para pejabat yang meloloskan perjanjian itu.

Zuma mengatakan laporan tiga volume mengenai penyelidikan itu akan dibuka kepada umum.

 

Baca: Sosok Muslimah di Balik Kue Ulang Tahun Ratu Elizabeth II

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement