Selasa 16 Aug 2016 20:40 WIB

23 Pengungsi Sudan Selatan Didakwa karena Pembunuhan Sadis

Ilustrasi pembunuhan.
Ilustrasi pembunuhan.

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Pengadilan Ethiopia mendakwa 23 pengungsi Sudan Selatan atas tuduhan melakukan pembunuhan sadis terhadap 10 warga sipil Ethiopia menggunakan tongkat dan sekop di sebuah kamp pengungsi di wilayah barat negara tersebut pada April lalu.

Para terdakwa dituduh merencanakan serangan tersebut sebagai pembalasan atas kecelakaan mobil yang menewaskan dua anak pengungsi di kamp pengungsi Jewi di wilayah Gambella, Ethiopia.

Pembunuhan yang terjadi di kamp yang sama itu, memicu kerusuhan di kota tersebut, di mana beberapa warga suku Nuer Sudan Selatan menjadi korban serangan oleh orang pegunungan Ethiopia, istilah yang digunakan di kawasan itu untuk orang-orang yang memastikan asal mereka hingga wilayah tengah negara tersebut.

"Para pelaku berencana menyerang, sebagai balasan atas kecelakaan mobil tragis itu," demikian disebutkan dalam dakwaan yang dibacakan jaksa di pengadilan tinggi Ethiopia, Senin (15/8). Pada 21 April, mereka menggunakan tongkat dan sekop untuk melakukan pembunuhan sadis. Ke-10 korban adalah warga sipil Ethiopia yang tidak bersalah, yang hanya merupakan pekerja bangunan di lokasi itu," katanya. Dia menambahkan beberapa tersangka masih dalam pengejaran.

Korban tewas termasuk dua orang perempuan. Sidang akan dilanjutkan pada 13 Oktober.

Gambella yang juga merupakan kampung halaman bagi mayoritas suku asli Nuer, menampung lebih dari 270 ribu pengungsi Sudan Selatan yang lari dari siklus kekerasan di negara termuda tersebut sejak pecahnya perang sipil pada Desember 2013.

Pembunuhan itu terjadi beberapa hari setelah pria bersenjata suku Murle dari Sudan Selatan melakukan serbuan lintas batas ke Gambella, menewaskan lebih dari 200 orang dan menculik hampir 110 anak.

Kekerasan terus berlanjut di Sudan Selatan meskipun perjanjian damai yang mengakhiri perang sipil antara suku Dinka asal Presiden Salva Kiir dengan suku Nuer asal pemimpin pemberontak dan mantan wakil presiden Riek Machar telah ditandatangani pada Agustus 2015.

Dewan Keamanan PBB memberikan izin 4.000 pasukan tambahan untuk ibukota Juba pada Jumat, sebagai reaksi atas pertempuran sengit yang memantik kekhawatiran berulangnya kembali perang dalam skala penuh.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement